Sang Multitalenta : Tahun Pertama

M. Ferdiansyah
Chapter #2

Margaret

Saat aku di perjalanan pulang, aku memikirkan sebuah puisi yang dibuat oleh mamaku saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Puisi itu berjudul “Wanita Tangguh” Setiap kali aku membaca bait demi bait puisi itu, aku selalu merasakan kehadirannya. Puisi tersebut sangat indah dan menggambarkan betapa tangguhnya menjadi seorang ibu yang harus serba bisa terutama dalam mengurusi bahtera rumah tangga. Aku pernah memberikan puisi itu kepada Margaret saat ia sedang murung, aku bisa melihat ekspresi yang ia berikan padaku setelah membaca puisi tersebut. Margaret menangis haru karena ia sangat merindukan ibunya yang bernama Mahera walaupun ia seorang pecandu narkoba.

***

Aku sampai dirumah pukul 13.00 siang, aku rasa ini adalah waktu yang tepat untuk beristirahat sembari menunggu Margaret main ke rumahku. Biasanya ia selalu datang ke rumahku tiap hari Sabtu sore karena rumahku selalu terbuka untuknya. Kami selalu menghabiskan liburan sekolah saat musim panas akhir semester atau saat libur natal. Namun, untuk semester kemarin ia harus menjadi penyelamatku dari bahaya narkoba, ia menyelamatkanku ketika kepalaku menghantam ubin kolam lalu tenggelam hingga darah keluar dan memenuhi isi kolam renang. Aku masih bisa ditolong sebelum liburan akhir semester di mulai dua minggu setelah ujian nasional selesai. Margaret tidak memberi tahu teman-teman sekelasku bahkan hal ini dilakukan secara tertutup. Omaku marah karena menemukan sebungkus sabu yang mengambang di kolam akibat keluar dari saku celanaku. Aku menjalani rehabilitasi secara diam-diam bersama oma dan Margaret, mengikuti program khusus untuk menghilangkan pemikiran kehidupan seks, narkoba dan minuman alkohol. Aku dinyatakan bersih satu minggu setelah hasil nilai ujian nasionalku keluar. Tidak ada pengaruh terhadap hasil ujianku, bahkan nilaiku sempurna. Mungkin jika nilaiku buruk oma akan mengusirku dari rumah.

***

"Mas, bibi sudah siapkan makan siang kesukaan mas Ferdian, ada ayam rica-rica dan semur tahu-tempe." Ucap Bi Ida.

"Wah enak tuh, bi, tapi nanti aja deh, aku mau istirahat dulu." Kataku.

"Baik, mas. Nanti bibi panasin lagi lauknya kalau mas Ferdian mau makan." Balasnya

"Iya bi." Balasku singkat kemudian menuju ke atas.

Di rumah ini, pembantu omaku memanggilku "mas" sedangkan pak sopir memanggilku "den." Pembantu omaku semuanya orang Jakarta sedangkan dua sopir di luar adalah orang Jawa. Mereka semua telah bekerja di rumah omaku sejak tahun 1990 yang berarti mereka telah bekerja selama 27 tahun. Masing-masing umur mereka sekitar 47-52 tahun. Mereka dipercaya omaku karena selalu bersikap jujur dan tidak pernah menuntut dalam segi keuangan atau apa pun itu. Bahkan gaji mereka sebanding dengan pekerjaannya.

Salah satu juru masak di rumah ini adalah Bi Ida, ia memang jago sekali dalam memasak apalagi semur tahu-tempe buatannya yang enak dan bikin ketagihan. Apalagi, saat ia membuatkanku kentang dicampur ikan teri yang disambelin. Itu adalah salah satu dari sekian banyak menu makanan favoritku. Sejujurnya, aku tidak terlalu suka junk food atau makanan cepat saji karena tidak baik bagi kesehatan. Apalagi, aku rutin olahraga makanya badanku ideal dan memiliki perut sixpack. Ya, biasanya dalam seminggu sekali aku hanya bisa menikmati makanan cepat saji. Sisanya pola makananku selalu sehat dan bernutrisi.

Aku menuju ke atas membuka kemeja dan kaos yang kupakai sambil tiduran di kamar rasanya nikmat sekali, kunyalakan AC kemudian menggulirkan ponselku menggunakan ibu jari. Di dunia maya aku lebih suka memakai aplikasi instagram karena instagram membuatku merasa nyaman dan tidak membosankan. Aku bisa berinteraksi dengan dunia luar dan melihat wajah-wajah manusia serta aktivitas mereka. Sekali-kali aku meraba perutku sembari melihat foto gadis-gadis seksi yang mengenakan bikini. Namun, sesaat aku selalu menghindari hal ini karena menjadi pemicu kehidupan pribadiku yang simpang siur.

Aku masih tidak menyangka jika aku dan Margaret kembali bertemu, aku sangat berharap tidak satu kelas lagi dengannya karena aku tidak ingin mengambil peringkat kelasnya lagi tapi aku tidak yakin ia bisa mendapat peringkat tiga besar. Aku mencari informasi saat memilih sekolah itu melalui laptopku. Faktanya tahun ajaranku nanti akan lebih banyak murid berprestasi bahkan campur nasional dan internasional. Kemungkinan besar hanya sekitar sepuluh persen bagiku mendapat peringkat tiga besar jika bersaing dengan satu angkatan.

Beberapa fakta lainnya International High School Senior tersebut diubah menjadi SMA Negeri Internasional Jakarta di angkatanku nanti. Menurut Kemendikbud sekolah tersebut sangat layak menjadi sekolah negeri dan bukan swasta lagi. Sekolah itu direkomendasikan untuk siswa dan siswi kurang mampu, tetapi harus memiliki prestasi minimal punya nilai 90 ke atas dan sertifikat berprestasi minimal tingkat Nasional. Masuk sekolah di sana juga makan biaya banyak saat masih swasta sekitar 250 - 325 jutaan sampai lulus, sebenarnya masih banyak hal yang belum tercantum tentang sekolah tersebut tapi di beberapa artikel, aku hanya membaca garis besarnya saja.

***

Jam di ponselku sudah menunjukkan pukul 15.00 sore, aku mulai kelaparan kemudian aku mengenakan kaos putihku kembali. Aku mendengar suara mobil oma dan suara motor milik Margaret dari luar jendela. Aku segera berlari karena aku yakin oma membawa sesuatu untukku.

"Assalamualaikum." Salam oma.

"Waalaikumsalam, oma." Jawabku kemudian mencium tangan omaku.

Lihat selengkapnya