Aku mendengar suara alarm ponselku berdering kencang di dekat telingaku, aku tidak mengerti mengapa aku bisa berada di tempat tidur. Aku meraih ponselku yang berada di dekat bantal sebelah kanan kemudian mematikannya. Tiba-tiba, aku merasa mual, sepertinya asam lambungku naik kemudian berlari menuju toilet dan memuntahkan seluruh isi perutku di lubang wc duduk. Cairan kuning keluar dari mulutku, rasanya tidak enak sekali.
"Uwekkkk... uwekkk, Ughhh.. uwekk." Ucapku dengan napas terengah-engah.
Aku baru ingat semalam aku minum terlalu banyak akibat kalah taruhan bermain biliar bersama Rahmat. Aku melihat jam di tanganku sudah hampir 10 menit lagi aku terlambat.
Segera aku membasuh wajahku di wastafel dengan air dan menggunakan sabun cuci muka dengan kecepatan yang singkat. Aku membasuh lagi wajahku sampai busanya menghilang kemudian kugosok gigiku dengan cepat, ditambah rasa panik yang mengalir dari ujung kepala sampai ujung kaki membuatku semakin bersemangat. Kukeringkan wajahku menggunakan handuk berwarna hijau bermerek Milo yang kudapat karena menjadi Brand Ambassador iklan Milo selama satu tahun saat aku SD kelas enam. Aku melihat seragam SMPku berwarna putih-biru yang sudah disiapkan oleh Bi Yuyun, ia meletakkannya di dalam lemariku. Bi Yuyun merupakan tukang cuci dirumah ini, ia sama sekali tidak pernah mengecewakan omaku karena setiap pakaian yang dicuci olehnya selalu bersih dan wangi.
Sebenarnya agak menyebalkan jika harus mengenakan seragam SMP lagi, kalau bukan karena masa pengenalan lingkungan sekolah, aku juga malas pergi ke sekolah tapi yang kutahu tidak ada kata "malas" dalam pikiranku. Sejujurnya aku tidak segila itu, aku masih ada batasan sebagai murid teladan, berprestasi, dan disiplin. Aku langsung mengenakan seragam SMPku lalu turun ke bawah. Aku melewatkan sarapan pagi karena Bi Ida sudah menyiapkan bekal untukku.
"Bi Ida, oma kemana?" Tanyaku panik.
"Oma lagi ada urusan, mas. Oma nitip salam katanya gak bisa hadir di hari pertama mas masuk sekolah." Kata Bi Ida dengan wajah yang gugup.
"Oh yaudah deh, Pak Asep mana?" Tanyaku lagi.
"Pak Asep tadi bilang katanya dia gak bisa nganter mas." Ucapnya lagi.
"Ya Tuhan." Ucapku sabar dalam hati.
Aku tahu rencana oma memang selalu begini, terakhir kali aku berjanji pada omaku untuk tidak minum lagi sebelum hari kelulusan atau setelah aku jatuh ke dalam kolam renang. Oma memang sudah tahu bahwa aku pernah minum alkohol dan memakai obat-obatan bahkan oma sempat membawaku ke pusat rehabilitasi dan mengajakku ke tempat Pertemuan Ruang Rindu di Jakarta Selatan untuk mendapatkan motivasi hidup. Di sana aku belajar banyak dari orang-orang yang mengalami depresi, tekanan hidup, dan kecemasan. Bahwa semua orang memiliki masalah dalam hidupnya dan jangan pernah berpikir bahwa masalah kita lebih berat dari orang lain padahal di luar sana banyak yang memiliki masalah jauh lebih besar bahkan sulit untuk menemukan solusinya.
***
Aku mencari kunci motorku namun tidak bisa kutemukan, aku yakin kunci motorku disembunyikan oleh oma. Aku berjalan keluar dan segera memesan ojek online menuju ke sekolah baruku. Tak selang beberapa menit menunggu, ojek tersebut sampai di depan gerbang rumahku. Aku segera memakai helm dan duduk di atas jok motor yang agak sedikit basah dan ternyata semalam itu hujan. Aku benar-benar sial hari ini, aku tidak bisa menepati janjiku.
Aku keluar dari dua blok komplekku dan putar balik ke arah kanan saat berada di jalan raya. Dibarengi rasa takut dan gemetar, ini untuk ketiga kalinya aku terlambat sekolah di hari pertama tahun ajaran masuk sekolah baru. Pertama, saat aku duduk di bangku sekolah dasar, aku terlambat karena ban mobil ayahku bocor sehingga aku harus naik ojek dan sampai pada pukul 07.30 pagi. Kedua, saat aku di bangku sekolah menengah pertama, aku terlambat karena salah seragam sekolah atau lebih tepatnya aku menggunakan kemeja batik. Aku tahu ini salahku dan aku pantas mendapat hukuman karena telah melanggar sumpahku.
"Pak, ayo ngebut sedikit nanti saya tambahin deh ongkosnya." Kataku.
"Waduh, tapi saya takut dek." Kata tukang ojek tersebut.
"Yaudah kalo gitu saya yang bawa deh nanti saya yang tanggung jawab sekalian bapak saya tambahin ongkosnya, gimana?" Rayuku.