Semua murid dan wali murid dibubarkan oleh Pak Bonar sedangkan kelas sebelas dan dua belas dipinta langsung untuk segera kembali ke kelas masing-masing. Semua wali murid meninggalkan anak-anaknya karena kehidupan fase remaja baru saja dimulai. Berbeda denganku yang memilih untuk duduk sendiri di bangku yang terbuat dari besi karena tidak ada wali murid yang hadir untukku. Aku melihat sekitar lapangan sekolahku yang begitu besar dan luas sekali, sekolahku ini benar-benar mirip kampus internasional, aku memperkirakan luasnya pasti berhektar-hektar.
Dari tempat duduk, aku melihat ke arah podium. Seorang murid perempuan sedang berdiri dengan seragam putih abu-abu dan ada pita berwarna putih dibahu kirinya. Ia mengetuk-ngetuk mik dan berkata "Tes, 123, tes." Ia juga memiliki rambut berwarna pirang dikuncir kuda. Ia memegang mik kembali setelah semua guru sudah berjabat tangan, sebagian meninggalkan koridor dan sebagiannya lagi berjalan menuju lapangan kemudian berbaris rapih membentuk banjar. Aku menghitung ada sembilan guru, mereka mengenakan seragam guru berwarna biru tua. Tiga di antaranya memakai hijab dan dua di antaranya memakai peci.
"Teman-teman sekalian, boleh kembali merapat ke barisan karena kita mau melakukan welcoming party. Yuk, segera bentuk barisan seperti semula. Soalnya cuacanya sudah mulai hangat." Pintanya.
Semua murid berbaris rapih, aku baris dipaling belakang seperti tadi. Aku menyaksikan di sekolah ini banyak sekali keanekaragamannya. Sekolahku ini menjadi "Multikultural" karena banyak murid dari luar kota maupun negeri dan sebagian dari kami memiliki tinggi di atas rata-rata orang Indonesia. Seketika, perempuan di atas podium tadi langsung berkata dan mengagetkan semua murid.
"Hi, everyone welcome to International High School Senior Jakarta atau SMA Negeri Internasional Jakarta." Sahut perempuan tersebut.
"Whoaa." Teriak semua murid kemudian bertepuk tangan.
"Anyways, i'm so excited today kepada semua wali murid yang sangat antusias menemani dan menitipkan putra dan putrinya ke sekolah yang mewah berkelas internasional. Perkenalkan nama saya Michelle selaku master of ceremony sekaligus merupakan perwakilan dari ketua OSIS kita yang bernama Kak Robby karena ketua OSIS kita sedang berhalangan hadir. Jadi di sini saya ingin memberitahukan kepada semua murid kelas sepuluh bahwa sebentar lagi kita akan memulai Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah hari pertama yang dimulai dengan study tour school atau tur keliling sekolah." Ucap Michelle dengan semangat kemudian diikuti tepuk tangan yang meriah dan sepuluh anggota OSIS berjalan ke lapangan dan berbaris membentuk banjar seperti guru-guru namun berada di sebelah kanan dari arah murid.
Jika kupikir-pikir Michelle adalah anak yang pintar, ceria, dan memiliki aksen british yang bagus, terlihat dari awal ia berbicara menggunakan bahasa Inggrisnya. Wajahnya juga terlihat seperti blasteran Inggris-Indonesia, ia juga memiliki paras yang cantik dan aku rasa ia merupakan primadona di sekolah ini.
"Alright my juniors, hari ini anggota OSIS akan melakukan pembagian kelas untuk kalian yang nantinya diinstruksikan oleh seluruh pengurus OSIS dan wali kelas masing-masing. Ada sepuluh pengurus OSIS dan wali kelas tepat di depan kalian. Saya juga ingin memberitahu bahwa pengurus OSIS memakai pita berwarna putih di lengan sebelah kiri selain pita putih berarti bukan anak OSIS." Tegasnya.
Aku yang berada di tengah-tengah barisan memandang wajah cantiknya Michelle, ia membuatku terpaku dan malu seketika hanya aku, Margaret, dan seorang murid bernama Bimo yang masih berdiri ditengah-tengah sedangkan yang lain melakukan absensi ke wali kelas dan pengurus OSIS masing-masing. Aku mendengar sebutan nama "Ferdian" dari jauh ketika aku melangkahkan kakiku untuk pergi.
"Tuh kan bener Mel, gua bilang juga apa dia tuh Ferdian temen SD kita." Ucap Linda sambil tertawa kemudian menepuk pundak Melisa.
"Gila ya, Fer! Lu tambah tinggi aja, mana ganteng, dan setelah kelulusan SMP gua sempet liat lu masuk berita." Ucap Melisa sambil mencubit pipiku.
"Aww, apasih Mel." Ketusku.
Linda dan Melisa merupakan dua anak manusia yang melekat setiap harinya, bukan berarti mereka anak kembar melainkan mereka selalu bersama kemana pun mereka pergi. Terakhir kali aku bertemu dengannya tepat kelas enam SD di hari kelulusan, tidak ada yang membedakan dari dua sejoli ini, mereka masih berisik dan cerewet. Sepanjang kami mengobrol mereka selalu memujiku kemudian mereka meninggalkanku untuk mencari kelas mereka. Sebelum pergi, mereka sempat berdoa agar bisa sekelas lagi denganku. Padahal jurusanku adalah Bahasa bukan MIPA ataupun IPS. Aku melanjutkan pencarianku untuk menemukan kelas Bahasa sedangkan Margaret berusaha mencari di tempat lain. Tidak satupun aku menemukan kelasku, hanya terdengar suara hiruk pikuk nama seperti Putri, Indah, Lala, Dika, Bunga, Mustofa dan Mohamad atau Muhammad yang beberapa kali kudengar nama itu. Beberapa menit kucari dari teriak nama yang diabsen oleh wali kelas ternyata barisan Margaret adalah barisanku, aku menepuk dahiku dan tersadar bahwa kelas bahasa cuma satu.
"Yuk teman-teman kita merapat ke barisan masing-masing, gimana pusing gak?" Tanya Michelle.
"Pusing kakkk." Jawab semua murid.
"Hahaha, sama kok kakak dulu juga gitu pusing sampe nyari-nyari, dimana ya kelasnya" Ucap Michelle sambil tertawa kecil.
"Oh iya, kakak juga mau ingetin bahwa hanya kelas Bahasa yang tidak ada kelas lain kecuali MIPA yang punya lima ruang kelas dan IPS punya empat ruang kelas. Untuk Kelas Bahasa it's one and only class yang berarti sampai tiga tahun ke depan kelas kalian akan bersama karena gak ada rolling class juga soalnya." Info Michelle.
"Ya Allah, gua udah muter-muter nyari kelas dan ujung-ujungnya cuma satu." Sahut seorang murid bernama Regita di sampingku.