Sang Multitalenta : Tahun Pertama

M. Ferdiansyah
Chapter #7

9 Murid

Aku melihat jam di dinding atas bagian Kota Jakarta telah menunjukkan pukul 09.00 pagi kemudian disusul oleh suara bel sekolah yang berbunyi melalui langit-langit di atas kepalaku. Suara tersebut dipandu dengan suara wanita dalam tiga bahasa, bel pertama berbunyi Bahasa Indonesia, kedua Bahasa Inggris dan yang ketiga Bahasa Prancis.

"Jam istirahat telah dimulai, gunakan waktu istirahatmu sebaik mungkin dan semoga harimu menyenangkan." Bunyi bel tersebut.

"Baik, teman-teman karena sudah jam 09.00, kalian boleh istirahat tapi ingat ketika istirahat sudah selesai, kita langsung berkumpul di kelas ini dan melanjutkan tur sekolah kembali, yang di mulai dari lantai empat, gedung-gedung olahraga dan lapangan sekolah akan menjadi rute terakhir kalian." Ucap Dirham.

"Baik Kak." Sahut semua murid.

Seketika Dirham melangkahkan kakinya keluar, pintu kelasku langsung ditutup oleh Betty yang kemudian melepas kacamata hitamnya. Semua murid di kelas terkejut melihat aksinya yang cukup aneh.

"Well, well, well, ternyata di sekolah ini ada Ferdian Merriman dan Margaretha Dajuan. Hadeh capek banget ya, gua harus ngalahin lu lu pada belum lagi kita bakal sekelas selama tiga tahun ke depan ." Ucapnya kemudian menepuk tangan dan melangkah kaki ke tengah.

"Buka gak tuh pintu." Pinta Margaret dengan paksa mendatanginya

Aku hanya terdiam dan melihat aksi mereka yang saling bersahut-sahutan bahasa kasar. Di lain sisi aku juga memperhatikan seorang murid perempuan yang duduk di paling depan banjar ketiga. Ia menyangga kepalanya menggunakan kepalan tangannya dengan bantuan siku di atas meja kemudian ia memukul meja dan tertawa kencang membuat semua perhatian tertuju padanya dan mengagetkan semua orang di kelas termasuk Betty dan Margaret yang sedang bertengakar.

"Hahahaaa... hahahaha." Ketawanya.

"Heh kenapa lu? Kesurupan." Tanya Betty serius.

"Enggak, enggak, enggak. Die emang suka begini, kalo ngelihat orang pade berantem tapi cuma ekting. Apelagi ye ektingnye jelek, kek lu bedua." Ucap seorang murid disebelahnya dengan logat betawi.

"Udeh minggir lu, Bet. Buang-buang waktu orang aja." Ucapku kemudian membuka pintu menuju kafetaria.

Aku berjalan kaki bersamaan rombongan murid kelas lain, aku terus berjalan dan menuruni tangga. Aku membiarkan suara Margaret memangilku dari belakang karena jalanan di koridor terasa sesak dan penuh. Satu lantai saja mencapai 400 murid lebih belum lagi di lantai bawah yang akan bentrok dengan murid yang turun dari lantai dua dan tiga.

***

Aku sampai di kafetaria, melihat -lihat meja mana yang kosong. Semua meja penuh, belum lagi semua murid mengantri untuk membeli sarapan. Aku berjalan ke pojok sebelah kiri, sekiranya masih ada yang kosong. Aku melihat meja di pojok kiriku tidak ada orang yang singgah duduk di sana, aku segera menghampiri meja tersebut lalu duduk di bangku panjang yang bisa mencapai sepuluh orang untuk bangku di depanku dan bangku yang kududuki. Aku melihat sekitar suasana kafetaria sembari menunggu Margaret datang. Langit-langit kafetaria dibuat berlapis kaca tebal dan berwarna ultraviolet, seluruh dinding di cat berwarna hijau, ruangannya dibiarkan terbuka dengan satu jalur akses koridor tengah. Saat aku sedang memainkan ponselku tiba-tiba Margaret datang.

"Yehh kampret ninggalin gua aja lu." Ucap Margaret kemudian menarik telingaku.

Lihat selengkapnya