Sang Multitalenta : Tahun Pertama

M. Ferdiansyah
Chapter #13

HITUNG WAKTU MANDUR DAN HUKUMAN

Sebelum kami menuju ke lapangan, Betty mencari Irfan terlebih dahulu kemudian Margaret, Regina, dan Devi membeli camilan dan minuman di kantin, sedangkan aku, Bimo, Regita, dan Andin memutuskan untuk pergi ke toilet yang berada di depan Masjid. Toilet laki-laki berada di sebelah Ruang Seniman dan toilet perempuan berada di sebelah kiri toilet laki-laki. Aku masuk ke dalam dan ternyata tempatnya lumayan bersih, nyaman, dan tidak bau. Toilet di sekolahku lumayan besar dengan fasilitas yang cukup nyaman, pintu kamar mandi untuk buang air besar terbuat dari alumunium yang di cat berwarna putih, dan seperti biasa selalu ada celah di atas agar angin bisa keluar masuk dan tidak menimbulkan bau, saat buang air besar. Terdapat lima pintu kamar mandi yang berada di samping wastafel, kaca di dinding wastafel cukup panjang dan besar, ada empat wastafel yang di desain khusus secara otomatis, jika tangan murid mengarahkan tangannya ke keran tanpa harus memutarnya, air tersebut bisa langsung menyala karena menggunakan alat sensor. Di dekat wastafel juga terdapat sabun cuci tangan cair berwarna merah dan hijau kemudian di depan pintu kamar mandi terdapat tempat buang air kecil yang membentuk huruf L, aku menghitung ada dua belas tempat buang air kecil yang berada di toilet tanpa sedikit noda atau kerak berwarna kuning. Semua yang kulihat di toilet sekolahku seperti baru.

Aku dan Bimo langsung buang air kecil kemudian aku membersihkan sedikit noda yang masih menempel di kemejaku, lalu aku mendengar suara sayup-sayup dari luar. Aku dan Bimo segera mencuci tangan di wastafel, di samping wastafel ada sebuah pemberitahuan mengenai cara mencuci tangan yang baik dan benar dengan metode enam langkah. Di samping pemberitahuan tersebut ada mesin pengering tangan dan tisu kering. Aku segera mengeringkan kemeja dan tanganku, saat aku dan Bimo keluar, kami melihat beberapa murid baru berlari sambil membawa tas dan menuju ke lapangan. Aku juga mendengar suara Michelle yang ternyata ia sedang menghitung waktu mundur dari satu menit. Kami berpapasan dengan Andin dan Regita kemudian datang Margaret, Devi, dan Regina dari arah kantin, lalu kami segera ke atas dan berpapasan dengan Betty di koridor sambil berlari.

"Keknya si Michelle bikin aba-aba deh yang gak ke lapangan bisa kena hukuman." Ucap Margaret, saat kami berkumpul di dekat Ruang Seniman.

"Yaudah yok, kita ke atas ngambil tas abis itu ke lapangan." Ucapku.

Sebelum kami ke lapangan, kami semua menuju ke kelas untuk mengambil tas. Dari atas tangga semua murid kelas sepuluh turun dan berlari secepat mungkin. Kami berlari ke atas dengan tergesa-gesa, di kejar waktu, dan perasaan takut akan hukuman dari Michelle.

"Ayo anjir buruan." Sahut Betty.

"Ah ribet banget anjing, segala pake hitung waktu, kaga liat apa gua engos-ngosan." Ucap Margaret sambil terus berlari.

Akhirnya, kami sampai di kelas dengan berlari menggunakan tangga, aku melihat suasana kelas yang tampak sepi. Namun, saat itu juga aku dan yang lainnya cukup kaget karena melihat Miya sendiri di ruang kelas.

"Miya! Lu atheis ya?" Tanya Margaret.

"Hush." Ucap Regina.

"Bukannya lu muslim ya?" Tanya Devi.

"Gua lagi mens." Ucap Miya dengan wajah yang sedikit lelah.

"Udah yuk cabut." Ucap Bimo yang membuat kami langsung bergegas turun.

Miya membuatku bertanya-tanya, dari wajahnya cukup aneh dan menyimpan sebuah rahasia. Aku percaya kepada Miya bahwa ia sedang menstruasi terlihat dari wajahnya yang cukup lelah. Regina menyarankan Miya untuk pergi ke UKS. Namun, Miya menolak dan ingin ikut turun bersama kami semua. Pertanyaannya Margaret sangat frontal dan tidak basa-basi, untung saja Miya tidak marah,saat Margaret menyebutnya atheis. Setelah mengambil tas, kami segera menuju lift yang berada di samping, Betty memencet tombol turun berkali-kali sembari kami menunggu, kami mendengar suara Michelle yang menggema di koridor.

Lihat selengkapnya