Hari kamis adalah hari penantianku untuk menjadi anak SMA. Hari ini aku mengenakan seragam batik sekolah SMPku. Aku pergi ke garasi mobil dan menaiki motor kesayanganku, yaitu Harley Davidson. Aku memegang stang motorku dan aku sangat merindukannya karena sudah lama sekali aku tidak memakai motor tersebut. Aku belum berani mengenderai motor ini jauh-jauh karena belum memiliki SIM kecuali Margaret, ia sangat berani untuk melanggar peraturan, entah jalan besar atau jalan kecil. Aku segera mengenakan jaket kulitku yang berwarna hitam dan mengambil kunci motor yang tergantung di tembok sebelah kanan. Aku memasukkan kunci ke motorku dan segera kunyalakan motorku, suara motor Harley benar-benar indah. Aku pamit pada Pak Asep, lalu melaju kencang menuju sekolahku. Motor Harleyku berwarna hijau dan hitam dengan desain yang memanjakan mata.
Sepanjang jalan aku mengenderai motorku, banyak orang-orang yang melihat keindahan motorku. Aku sampai di Jalan Justus dan terus melaju sampai gerbang sekolah. Saat sampai di tujuanku, semua murid memandangiku dengan perasaan heran. Aku sengaja mengenakan helm agar wajahku tidak terlihat, saat sampai di parkiran, aku lamgsung memakirkan motorku di samping motor Margaret yang terpakir di ujung dekat pintu sampimg menuju kantin. Aku segera turun dan melepas helmku kemudian aku segera pergi ke ruang kelas. Aku terus berjalan dari parkiran menuju koridor lantai satu. Saat aku sampai di koridor, aku melihat kepala sekolah dan seorang murid perempuan kemudian kulihat di nametag-nya, ternyata ia bernama Sasha. Dari wajahnya cukup cantik dan memiliki rahang yang tegas, kulitnya berwarna putih, berbeda dari Pak Bonar yang memiliki kulit berwarna coklat. Sasha menatapku, ia tidak tersenyum hanya saja mengeluarkan wajah sinisnya. Aku menyapa Pak Bonar kemudian ia menyapaku juga, lalu mereka berdua menuju ke ruang kepala sekolah. Aku terus melanjutkan langkahku sampai tangga sekolah. Aku menaiki lift karena sedang tidak ada orang. Saat aku sampai di ruang kelas, ternyata kelasku sudah ramai.
"Morning, Ferdian." Ucap Margaret.
"Morning, Mar." Balasku kemudian duduk di samping Bimo.
"By the way, makasih ya Mar soal kemarin." Ucapku pada Margaret.
"Santai ama gua, Fer. Emang Kak Nazar tuh orangnya gak adil banget kan udah jelas-jelas sangga kita yang paling bagus, iya gak Ris. "Ucap Margaret kesal.
"Iye, cukup tau aja gua mah, udah ege mending ikut ekskul teater aja, iya gak Yun." Ucap Riska.
"Iye, betul tuh." Ucap Yuni.
Saat kami sedang membicarakan Kak Nazar, suara bel berbunyi dari langit-langit. Aku tahu suara tersebut berasal dari Ruang AV.
"Selamat Pagi, ini aku Jingga dari kelas sebelas IPS 3. Untuk seluruh kelas diharapkan menuju lapangan karena sebentar lagi kami akan melaksanakan acara tahunan kepada murid kelas sepuluh, terima kasih." Ucap Jingga dengan suara lembutnya.
Kami semua segera meninggalkan kelas masing-masing dan menuju ke lapangan. Lift sudah mulai ramai dan saling berdesak-desakan, tangga yang biasa kulalui sepi, kini sangat ramai bentrok dengan kelas sebelas dan dua belas. Batik yang dipakai oleh kakak kelas, berwarna hijau dengan corak Mega Mendung dan celananya terbuat dari bahan berwarna krem. Untuk kelas sepuluh batiknya berbeda-beda seperti seragam olahraga. Aku, Betty, dan Margaret mengenakan batik yang sama berwarna biru. Andin dan Bimo, berwarna jingga. Riska, Irfan, dan Yuni berwarna kuning. Sahrul dan Alvaro berwarna hijau muda. Regita berwarna merah. Regina berwarna biru tua dan Devi berwarna coklat muda.
Hari ini Miya tidak masuk sekolah lagi karena masih sakit. Aku bertanya-tanya pada diriku, mengapa Regina bisa sedekat itu dengan Miya padahal mereka berdua baru berteman di hari pertama sekolah dan ia sangat peduli dengan keadaan Miya. Aku harus bertanya sekali lagi pada Regina jika ada kesempatan. Saat aku sedang melamun soal mereka, aku tidak sadar aku sudah berada di lapangan.