Sang Multitalenta : Tahun Pertama

M. Ferdiansyah
Chapter #29

AKADEMIK VS NON AKADEMIK

Sudah tiga minggu, aku belajar di sekolahku dengan sistem belajar yang super ketat untuk beberapa kategori mata pelajaran. Aku mulai dari guru Bahasa Prancisku, ia bernama Camille. Aku dan yang lainnya biasa memanggil Madame Camille atau Bu Camille. Ia merupakan blasteran Prancis dan Indo, ia juga memiliki anak yang cantik bernama Jules dan usianya dua tahun di atasku. Saat ini, Jules kelas dua belas, ia mengambil ekskul Paduan Suara seperti halnya Devi. Devi sering bercerita kepadaku bahwa Jules memiliki suara yang indah dan lebih merdu dari pada suaranya. Devi bercerita kepada Geng Smart Genius bahwa tiga bulan dari sekarang akan ada lomba Paduan Suara piala bergilir. Ia takut tidak terpilih karena saingannya merupakan murid dari luar kota, luar negeri bahkan ada mantan Idola Cilik yang saat ini menjadi kakak kelasku. Bu Camille jika mengajar di kelas kami selalu berbicara 25 persen bahasa Prancis dan 75 persen bahasa Indonesia. Ia selalu bilang "Semakin banyak kita berbicara bahasa asing, semakin cepat kita mengerti."

Selain belajar bahasa Prancis, aku juga belajar bahasa Jepang. Guruku orang Jepang asli yang bernama Fumiko. Dalam Bahasa Jepang kami selalu memanggil sensei atau guru. Ia sudah lama tinggal di Indonesia selama kurang lebih 20 tahun. Saat ini, usianya 43 tahun. Sensei Fumiko merupakan guru yang baik dan belum menikah. Ia pernah bilang bahwa Fumiko tidak layak untuk dicintai karena ia telah didagnosa tidak bisa memiliki anak. Ia akan selalu mencintai dirinya sendiri sampai akhir hayatnya. Ia tidak malu untuk bercerita kepada siapapun termasuk semua murid dikelasku. Namun, berbeda dengan cara mengajar Bu Camille, Sensei Fumiko mengajar dengan cara yang lebih efektif, yaitu menggunakan metode tulisan dibuku yang berbentuk kotak-kotak. Kami menulis huruf Hiragana terlebih dahulu, ia bilang "Semakin naik kelas, akan semakin banyak huruf Jepang yang harus dipelajari."

Beruntungnya, aku tidak takut belajar bahasa asing karena dari kecil aku sudah fasih dalam beberapa bahasa asing. Orang sepertiku yang memiliki atau menguasai bahasa asing lebih dari empat bahasa disebut poliglot. Makanya, aku tidak takut untuk berlomba di luar kota karena dari kecil sudah diasah oleh ayahku. Selain bahasa Jepang dan Prancis, aku juga diwajibkan mempelajari Sastra Indonesia. Pelajaran tersebut sama dengan halnya bahasa Indonesia. Namun, sedikit lebih kompleks. Guruku yang mengajar pelajaran tersebut bernama Bu Hayati. Sejak sekolah berdiri, ia dipanggil Bundo oleh semua murid. Alasan ia dipanggil Bundo karena ia adalah orang Padang asli. Bundo juga melatih ekskul Teater SMANI yang saat ini sedang kujalani bersama Riska dan Yuni. Aku suka cara mengajarnya Bundo, ia sangat memahami kami dalam belajar Bahasa Indonesia dengan ruang lingkup yang cukup luas. Jadi bukan hanya mengenal bahasa Indonesia saja, tetapi lebih kearah puisi, pantun, dan karya sastra lainnya.

Lihat selengkapnya