Sang Multitalenta : Tahun Pertama

M. Ferdiansyah
Chapter #36

BETINA TANGGUH

Ini adalah minggu keempatku latihan bersama bundo sebelum dimulainya perlombaan besok. Aku sudah dilatih habis-habisan dalam empat pekan, aku menghabiskan 2-3 hari sekali dalam kurun waktu latihan dua jam. Aku sangat lelah karena selalu pulang malam dan ini adalah malam terakhirku latihan bersama bundo. Di minggu pertama latihan, bundo memintaku untuk membuat sebuah puisi yang sedang kurasakan saat ini. Aku belum pernah membuat sebuah puisi sebelumnya, jadi aku membaca beberapa karangan puisi milik mamaku. Aku masih menyimpan buku puisi tersebut di dalam kardus berwarna coklat yang kuletakkan di atas lemari. Di dalam kardus tersebut terdapat banyak kenangan bersama kedua orangtuaku, seperti buku puisi, bingkai foto keluarga, Kamera Cannon milik papaku, jam tangan dan beberapa pakaian milik mereka.

Buku puisi tersebut sudah sangat usang dan berdebu karena telah kusimpan kurang lebih selama enam tahun, aku sempat membaca puisi tersebut untuk terakhir kalinya saat bersama mamaku. Untuk puisi mamaku yang berjudul "Betina Tangguh" merupakan puisi favorit Margaret karena puisi itu yang bisa membuatnya iba kepada mamanya yang sudah meninggal. Puisi tersebut sudah kuhafal sejak kelas dua SD j, jadi aku sempat menuliskan puisi itu kembali untuk Margaret ketika aku tahu bahwa mamanya sudah meninggal. Puisi "Betina Tangguh" menceritakan sosok betapa kuatnya hewan-hewan yang memiliki kelamin betina, seperti Lemur, Singa, Gajah dan Hyena. Mereka berempat dijuluki Betina Tangguh karena mereka kuat, cerdas, dan bisa menjadi seorang pemimpin.

Aku memberikan puisi tersebut untuk Margaret karena ia adalah perempuan yang cerdas, tangguh yang kuat menahan rahasia besar kedua orangtuanya dan melawan semua anggapan buruk dari keluarga dan orang-orang sekitarnya. Namun, ia selalu ingin menjadi pribadi yang lebih baik dan mengontrol emosinya. Jadi wajar saja jika tutur katanya tidak baik dan prilakunya sedikit tidak sopan karena ia tidak mendapatkan banyak motivasi dari figur seorang ayah dan ibu yang sama-sama tidak bisa dicontoh baik oleh Margaret. Menurutku, itu bukan menjadi sebuah alasan bagiku untuk menjauh darinya karena dari ceritanya dan puisi mamaku, hal tersebut menjadi bahan referensiku untuk membuat puisi pertama hasil karyaku sendiri. Aku bisa menciptakan sebuah puisi indah yang berjudul "Narator dalam Sebuah Batin." Sejujurnya puisi ini menceritakan bagaimana suara hati berkata, Margaret termasuk perempuan yang selalu mengikuti perkataan orang lain dan selalu meladeni apa yang orang pikirkan tentangnya. Aku berharap ia akan selalu menjadi sahabatku sampai akhir nanti dan aku berjanji untuk tidak mengkhianati persahabatanku dengannya, terutama soal kompetisi. Aku tahu ia pasti sedang bersedih karena tidak dapat mengikuti lomba apapun yang berkaitan dengan sekolah selama setahun karena ia masih mendapatkan sebuah hukuman dari guru bimbingan konseling.

Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 19.00 malam dan aku sudah selesai latihan bersama bundo. Aku berharap, besok menjadi seorang juara dan membuktikan kepada Margaret bahwa puisi yang kubuat adalah tanda bukti jika aku sahabat terbaiknya. Selama aku sekolah, aku baru sadar bahwa penampilan bundo yang paling berbeda dari penampilan guru lainnya. Ia selalu tampil dengan gelamor dengan kalung, cincin, dan gelangnya yang banyak, belum lagi pakaiannya yang selalu cocok dengan hijabnya. Bahkan saat latihan, aku masih melihat penampilannya yang begitu ramai dengan aksesorisnya yang tidak selalu emas tapi kadang berwarna-warni.

Lihat selengkapnya