Pagi itu Een masih betah rebahan di kasurnya, sibuk melamun sambil mendengarkan lagu yang ada di radio. Untungnya semalam dia sudah menemui Sari teman kantornya, sehingga pagi ini dia bisa bersantai-santai sedikit. Kemudian terdengar suara ketukan di pintu kamarnya, Ibunya memanggil Een untuk menyuruh sarapan. Een pun bangkit dari kasurnya dan menuruti perintah Ibunya. Pagi itu Een sarapan bersama Ayah Ibunya di halaman belakang, sedangkan Adiknya Gugun sudah dari pagi berangkat ke kantor Een atas permintaannya.
Setelah sarapan Een beranjak menuju ruang depan untuk menonton televisi bersama Ibunya. Disana Een fokus menonton, sedangkan Ibunya sedang berusaha mencari celah untuk membuka pembicaraan. Setelah maju mundur Ibunya pun akhirnya bertanya. "En, kamu teh ga serius kan? Mama teh malu sama tetangga", cemas Ibu Een. Een langsung menatap serius Ibunya lalu berkata "Maafin Een Mah". Tapi tiba-tiba wajah Een berubah kesakitan sambil memegang perut. Een langsung berlari menuju kamar mandi karena mengaku sakit perut. Sambil berlari Een berteriak kepada Ibunya "Keputusan Een udah bulet Mah!". Ibunya pun hanya bisa nelangsa mendengar ucapan anaknya itu.
Een kini sudah rapi di depan cermin, memakai blouse dan rok panjang warna gelap. Dia lalu mengambil tas di atas kasur dan pergi meninggalkan kamarnya. Sekarang Een sudah ada di alun-alun kota Sukabumi, duduk sendirian di pinggir taman menunggu seseorang. Een sudah mantap dengan keputusannya hari ini. Tidak lama kemudian pria yang biasa dia sebut Fahri menghampirinya dan keduanya terlibat pembicaraan serius. Een memberikan cincin emas kepada Fahri yang dia lepas dari salah satu jarinya.