SANG PELAHAP JIWA

Emma Susanti
Chapter #16

BAB XV PENYELIDIKAN SELANJUTNYA

Oleh: Nord Adalwen


Argh!

Ingin sekali rasanya mengacak-acak rambut untuk menghilangkan rasa frustrasi di kepala. Lagi-lagi, secara tiba-tiba Inspektur Recht menghubungi dan menyuruhku keluar untuk melakukan penyelidikan. Ayolah! Padahal aku sudah sengaja mengambil cuti. Aku juga ingin mengistirahatkan diri sejenak dengan menikmati waktu bersantai di rumah sambil menyesap secangkir teh hangat.

Kenapa, ya, aku selalu merasa kalau Inspektur Recht memang sengaja ingin menghancurkan hari liburku?

Hal yang paling menyebalkan lagi adalah, aku harus menunggunya di pinggir jalan seperti ini. Padahal, cuaca tak lebih baik dari kemarin. Bahkan, udaranya lebih buruk dibandingkan dengan ketika kami pertama kali mengunjungi kastel menyeramkan itu.  

Tunggu-tunggu! Mungkinkah ini ada kaitannya dengan kastel itu? Dengan tulang yang kami temukan waktu itu?

Tiba-tiba saja sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di hadapanku. Tak perlu menebak mobil milik siapa itu. Dari warna dan plat nomor mobilnya saja aku sudah tahu bahwa mobil sedan tersebut adalah milik Inspektur Recht.

Kaca jendela mobil sedan itu terbuka. Sebenarnya tak perlu melongok ke dalam untuk memastikan siapa yang berada di sana. Meskipun demikian, dorongan untuk melakukannya tetap saja tak bisa dihentikan.

“Selamat—”

“Cepat masuk!” potongnya memilih untuk tidak terlebih dulu beramah-tamah. Itulah Inspektur Recht, selalu memerintah seenaknya disertai nada bicara yang teramat kasar dan keras.

Tanpa pikir panjang lagi aku segera menuruti perintahnya. Lagi pula, siapa yang mau berlama-lama di luar, di udara sedingin ini?

“Ke mana kita sekarang, Inspektur?” tanyaku setelah duduk dengan nyaman di sisinya.

“Ke mana lagi?!” bentaknya.

Ugh!

“Kastel Licht Dunkelheit lagi?” Bodohnya aku masih saja bertanya.

“Tentu saja!”

Setelah memberikan jawaban “sehalus” itu, Inspektur Recht mulai menjalankan kembali sedan hitamnya. Sebenarnya, sesaat tadi aku sempat berharap bahwa kami tidak akan lagi menghampiri kastel menyeramkan itu. Namun, rasanya memang mustahil.

***


“Hmm … Inspektur, apa kita hanya akan berdiam diri saja di sini?”

Setelah cukup lama berada di dalam mobil yang sengaja Inspektur Recht tempatkan di seberang kastel milik Licht Dunkelheit, akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya. Jika saja Inspektur Recht mau menjelaskan maksud kedatangan kami kembali ke sini, aku tidak akan mengajukan pertanyaan, dan lebih memilih untuk tetap diam. Namun, aku tak bisa lagi bersabar dengan ketidaktahuan. Apalagi semenjak tiba di sini, Inspektur Recht sama sekali tidak mau buka suara.

“Hari ini aku hanya berniat memperhatikan gerak gerik para penghuni kastel itu dari luar,” jawabnya tanpa melepas sedikit pun pandangan dari kastel hitam di seberang sana.

Hanya memperhatikan? Tanpa berbuat apa pun? Yang benar saja!

“Kau ingat tulang yang kita temukan di kastel itu?”

“Jangan-jangan, ini ada hubungannya dengan tulang itu?” terkaku yang seketika langsung tertarik.

Inspektur Recht mengangguk samar. “Itu memang tulang manusia.” Tidak mungkin! “Sudah dapat dipastikan bahwa tulang itu berasal dari jari tangan manusia. Tapi, seperti yang kau tahu bahwa kita tidak bisa melakukan tes DNA hanya dari tulang saja. Untuk melakukan rekonstruksi wajah saja kita memerlukan tengkorak lengkap. Jadi, mustahil untuk mengetahui milik siapa tulang jari tangan itu.”

Artinya, tidak ada gunanya meskipun kami menemukan tulang itu …?

“Tapi! Bukan berarti penyelidikan kita terhadap kastel itu berhenti sampai di sini. Justru, dengan ditemukannya tulang itu, kastel Licht Dunkelheit semakin patut dicurigai. Bukankah aneh jika ada tulang manusia yang terbakar di dalam sana?” Benar! “Pertanyaannya adalah … kenapa tulang itu bisa berada di sana? Bagaimana pula tulang itu bisa berakhir di pembakaran? Kita bisa saja langsung masuk ke kastel dan menyerbu bocah tengil itu dengan berbagai pertanyaan. Tapi, dengan sikapnya yang angkuh itu aku yakin bahwa dia akan langsung mengelak.”

“Sebentar, Inspektur!” selaku. “Apa mungkin Licht dan pelayannya tahu? Bagaimana jika sebenarnya mereka juga tidak tahu-menahu tentang tulang itu?”

Kening Inspektur Recht mengerut seketika. “Tulang itu bukanlah tulang yang berasal dari ratusan ataupun puluhan tahun yang lalu, Nord. Dan yang lebih penting lagi, tulang itu sengaja dibakar. Karena apa? Karena memang pelakunya berniat untuk memusnahkan barang bukti. Dan bagaimana bisa tulang itu berada di sana? Dan siapa pemilik dari tulang itu? Dan bagaimana dengan orang-orang yang dikabarkan menghilang setelah masuk ke kastel itu? Tidakkah kau pikir ini aneh?”

Ugh! Semua penuturan yang dilontarkan Inspektur Recht membuatku seketika meneguk ludah. Aku tak mengira bahwa pertanyaan sederhana dan sesingkat ini akan dijawabnya dengan panjang lebar diiringi nada yang menyebalkan.

“Belum lagi keberadaan mereka berdua di kastel itu. Semakin mencurigakan ketika kita tahu bahwa anak sekecil Licht Dunkelheit adalah pemilik tunggal dari tempat itu. Bagaimana dengan pemilik sebelumnya? Siapa keluarganya? Tidak mungkin mereka tiba-tiba muncul begitu saja, bukan?”

Aku kembali mengangguk-angguk. Semua yang dikatakan oleh Inspektur Recht ada benarnya. Kedua orang itu―baik Licht Dunkelheit maupun pelayannya, sangatlah mencurigakan. Meskipun demikian, masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa mereka berdua ada hubungannya dengan kasus-kasus mengerikan yang belakangan ini terjadi.

“Sekarang ini aku hanya ingin tahu apa yang mereka lakukan sehari-hari. Kapan mereka keluar dari kastel dan apa tujuannya,” ujar Inspektur Recht yang sebelumnya sempat menatapku dan kini kembali mengarahkan pandangan ke arah kastel.

“Tapi … bukankah terlalu mencolok jika kita memata-matai mereka di sini?” tanyaku sedikit berhati-hati karena tak ingin terkena amukan lagi.

Lagi pula, tidak aneh aku bertanya seperti ini. Bukankah waktu itu saja keberadaan kami langsung disadari oleh para penghuni kastel itu. Jika tidak, mana mungkin mereka akan membukakan pintunya untuk kami.

“Bagaimana jika lagi-lagi mereka meminta kita untuk masuk?” lanjutku.

Seketika Inspektur Recht kembali menoleh seraya berkata, “Justru itu! Jika mereka memang meminta kita untuk masuk, itu artinya bukan hanya kita yang sedang memata-matai di sini. Di dalam sana pun mereka juga melakukan hal yang sama. Dan itu, akan menambah kecurigaanku terhadap mereka.”

Dengan kata lain, para penghuni kastel di dalam sana sangat waspada dan berhati-hati terhadap orang-orang yang berada di sekitar kediaman mereka. Tentu saja ini sangat mencurigakan. Pasalnya, untuk apa mereka bersikap waspada seperti itu?

Daripada itu, sejak pagi aku belum makan apa pun. Sementara perutku sudah “menabuh genderang". Aku tidak mau pingsan di sini karena kelaparan. Oleh karena itu, aku akan mencoba merajuk kepada Inspektur Recht.

“Inspektur …,” panggilku sedikit ragu; Inspektur Recht yang sudah melekatkan pandangan ke seberang sana kembali menoleh kepadaku. “Boleh aku masuk ke restoran dulu?” Aku menunjuk restoran yang berada tepat di sebelah mobil kami. “Kita tidak bisa bekerja dengan perut kosong, bukan?”

 Inspektur Recht mendengkus. Lalu tak lama, ia pun mengangguk seraya berkata, “Ya sudah. Cepat sana!”

Lihat selengkapnya