Sang Pemangsa di Gunung Lawu

Xie Nur
Chapter #9

Headline #8

Naraya terkejut ketika mengetahui tamu yang datang ke rumah, Gagat. Darimana dia tahu tempat kontrakannya. Seingat Naraya, dia tidak memberikan secara pasti rumah kontrakannya. Dia hanya mengatakan rumah kontrakannya di Perumahan Semarang Indah. Naraya sama sekali tidak menyangka Gagat akan mencarinya setelah beberapa hari mereka tidak melakukan kontak apa pun. Cukup mencengangkan.

“Hai!” sapa Naraya di ambang pintu tanpa bisa menutupi keterkejutannya. “Ada angin apa ini?” ucap Naraya lalu mengambil tempat duduk sebelah Gina. Sesaat sebelum masuk, Naraya sedikit bisa menduga Gina pasti terpaksa menemani Gagat sampai dia pulang ke rumah.

Lihat saja, begitu dia duduk, Gina langsung beranjak. “Saya tinggal dulu.” pamit Gina pada Gagat sambil menganggukkan kepala.

Senyum kecil teruntai dari Gagat.

“Makasih, Gin.” ucap Naraya menghargai pengorbanan teman satu kontrakan yang bersedia menemani tamunya. Naraya sempat memindai ada desah lega samar yang terembus dari mulutnya.

“Aku habis dari rumah teman di dekat Dinas PU. Terus aku ingat kalau kompleks rumahmu terlewati, mampirlah aku.” terang Gagat sembari menggerakkan jari telunjuknyaa ke belakang terus ke depan.

“Libur?” tanya Naraya yang teringat Gagat pernah bilang, waktu untuk liburnya sangat terbatas. Bahkan kadang libur pun harus bekerja. Termasuk saat lebaran, mereka, tim basarnas, akan melakukan penjadwalan piket jaga basecamp. Karena yang namanya musibah memang tidak pernah kenal waktu. Setiap saat bisa datang tanpa diundang. Dan selalu pergi dengan membawa duka nestapa.

“Hari ini terakhir masa cutiku. Besok pagi harus sudah kerja.” tanggap Gagat lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Naraya.

“Lah, sekarang masih di sini?” Naraya mengernyit. “Mau berangkat ke Solo kapan?”

“Nanti jam tiga dini hari,” ucapnya sembari mengedipkan mata.

“Sampai pagi, langsug kerja? Apa tidak capek?” Naraya menyedekapkan tangannya.

“Udah biasa aku pulang ke Solo jam segitu. Enak, jalan sepi, jadi cepat sampai.” Senyum lebar terpasang. “Oh ya, gimana perkembangan tentang kasus penemuan mayat kemarin?” tanyanya kemudian.

“Belum ada titik terang. Polisi juga masih mencari keluarganya. Mungkin setelah keluarganya ketemu, baru bisa memetakan pelaku.” Naraya mengawang membayangkan kasus ini pasti akan lama selesai. Bila sudah begitu, akhir dari artikelnya sudah pasti akan seperti novel sekuel.

“Tidakkah menurutmu kerja polisi terlalu lamban?”

Naraya tertawa, “Bisa iya, bisa tidak.”

Giliran Gagat yang mengernyit.

“Tergantung kasus.” sahut Naraya. “Oh ya, apa menurutmu pembunuhnya seorang pendaki?”

Gagat tampak berpikir. Dia menyandarkan punggungnya ke belakang sofa. “Mungkin,”

Lihat selengkapnya