Damas menirukan satu pesan dari salah satu acara televisi yang mulai tayang dari tahun 2001 hingga 2011. Sebuah acara dalam bentuk berita yang mewartakan semua kejadian kriminal di Indonesia. Satu pesan yang ikonik dan berkesan datang dari sosok narapidana yang mengakhiri acara tersebut.
“Benar itu,” tanggap Naraya tertawa geli. Pasalnya Damas menirukan jargon itu dengan intonasi yang sama seperti acara yang pernah dia tonton sewaktu SMP.
“Berarti penjahat itu memang lahir dari lingkungan, ya?” Kesimpulan Damas.
“Kalau menurutku, itu seperti pelampiasan kemarahan yang tidak terlepaskan dengan baik. Begitu mereka secara tidak sengaja melakukan tindakan yang menyakiti orang lain, eh, kok ternyata menyenangkan. Dari situlah candu untuk membunuh atau sekadar melukai orang lain menjadi seperti narkoba.” Ceramah Naraya sangat panjang melebihi sungai Banjir Kanal yang mengaliri depan kantor redaksi mereka.
“Efeknya ngeri.” Damas memegang tengkuknya. “Berarti menjadi orang tua tidak cuma bicara menasehati ini, itu. Harus ada tindakan nyata, contoh baik sehingga anak meniru mereka. Betul, begitu?”
“Seperti itulah,” Naraya menghempas napas.
“Duh, jadi was-was, nih.” ujar Damas.
“Kenapa?”
“Sebentar lagi anakku lahir. Bisa tidak ya, aku menjadi orang tua yang baik.” desah Damas. “Tanggung jawab besar menanti.”
“Pasti bisa, yang penting ada niat. Selalu berdoa meminta yang terbaik.” Naraya mencoba menasehati. Mungkin juga untuk menasehati diri sendiri.
“Ya, deh. Semoga, aamiin. Eh, kamu mau sampai jam berapa di sini?” tanya Damas.
“Sebentar lagi, masih mencari referensi bahan tulisan untuk minggu depan.” sahut Naraya.