Naraya langsung menelepon balik Gina. Tidak ada sahutan dari seberang. Naraya menjadi cemas. Dia pun mencoba menghubungi Reni. Teman Gina, di mana seharusnya dia menginap malam ini.
Lama sambungan telepon tidak terangkat. Naraya maklum. Malam sudah berada di titik lelahnya. Mata-mata manusia pun menjadi tak kuasa terjaga. Sudah pasti, Reni, teman Gina itu sudah tidur. Tetapi ini sungguh darurat. Sembari berharap Gina berada di sana. Dan pesan yang dia terima itu hanya pesan iseng, tersebab ponsel Gina hilang lalu dipakai orang.
Naraya mencoba menghubungi lagi. Panggilan pertama tidak mendapat jawaban hingga batas pemanggilan habis. Naraya mencoba sampai tiga kali. Tidak peduli dikatai sebagai orang tidak tahu diri, menelepon tengah malam menjelang dini hari. Usahanya tidak sia-sia. Sahutan di seberang terdengar seperti gerutuan.
“Ren, maaf mengganggu malam-malam. Apa Gina sekarang ada di tempatmu?” tanya Naraya tanpa mau berbasa-basi lama.
“Tidak, kenapa?” Suara Reni kini terdengar lebih hidup dan menjadi sedikit perhatian.
“Tadi sore dia mengirim pesan padaku, katanya menginap di tempatmu.”
“Tidak, kami bertemu saja enggak. Ada apa?” Reni menjadi curiga, terdengar dari suaranya.
“Bisa beri aku nomor teman Gina yang lain?” pinta Naraya. Gina memang memiliki dua nomor seperti kebiasaan beberapa orang. Nomor utama untuk daftar Whatsapp sedangkan nomor kedua untuk pembelian kuota data. Alasannya, sih, karena nomor utama yang telah dimiliki mahal kuota datanya, karena itu mereka jadi beli nomor baru khusus untuk pengisian kuota data yang murah.
“Bisa, tapi ada apa?” tanya Reni seolah meminta syarat.
Naraya diam, menimbang perlukah memberitahukan perihal pesan terakhir dari Gina. Akankah Reni menjadi cemas. Bagaimanapun ini tengah malam. Akan tetapi, meminta bantuan orang lain bukankah bisa mempercepat penemuan Gina.
“Mm, begini, aku baru saja mendapat pesan dari Gina.” Terbentuk jeda.
Reni harus bersabar menunggu cerita dari Naraya yang terasa berputar-putar.
“Dia menuliskan pesan, meminta tolong padaku.” Akhirnya Naraya menceritakan juga. Daripada bingung mencari alasan.
“Heh?” Reni sepertinya langsung terbangun sepenuhnya. “Serius, Na?”
“Iya, makanya aku telepon kamu.” balas Naraya. “Aku berharap itu cuma lelucon. Tapi selama ini Gina tidak pernah membuat lelucon atau bercanda keterlaluan, kan?”
Sepengetahuan Naraya, Gina termasuk tipe perempuan pendiam dan melankolis. Hidupnya terlalu lugu. Pertemuan antara Naraya dan Gina terjadi di rumah kontrakan yang sekarang. Pemilik rumah memang menyewakan rumah itu untuk dua orang. Tetapi waktu itu Naraya tidak bisa menemukan teman yang bisa tinggal bersamanya. Tak berapa lama pemilik rumah datang dengan membawa Gina. Seorang gadis dengan rambut panjang tebal, berwajah bulat, dengan poni menyamping. Tidak seperti poni Naraya yang seratus persen duplikat poni Dora The Explorer.
Setelah saling berkenalan, mereka berdua ternyata memiliki umur yang sama, 24 tahun. Pertemuan mereka itu terjadi dua tahun yang lalu. Tepat saat Naraya mulai menjadi bagian dari Majalah Beringas.
Meski mereka telah bersama selama dua tahun, bisa dibilang keakraban keduanya tidak sekental antara Gina dengan Reni. Itu terjadi karena intensitas pertemuan yang jarang. Gina bekerja berdasarkan shift. Kalau Gina masuk shift siang, itu berarti mereka akan bertemu keesokan paginya. Itupun cuma sebentar, karena Naraya harus segera berangkat bekerja.
Gina sendiri sudah punya tunangan. Posisi sang tunangan berada di Surakarta. Akan tetapi belum lama ini katanya ada pria yang mengajak pacaran. Supervisor-nya di Supermarket. Gilanya orang itu memaksa Gina agar putus dari Akmal, sang tunangan.