Sang Pemangsa di Gunung Lawu

Xie Nur
Chapter #23

Jejak #5

Surat cinta dari kepolisian yang ditunggu oleh Naraya akhirnya datang. Tepat satu minggu setelah laporan terekam. Itu pun kalau kemarin dia tidak menelepon lagi menanyakan laporannya tentang Gina yang hilang, sepertinya polisi masih menimbang perlukah bergerak melakukan pencarian.

Naraya menjadi teringat ada satu kasus anak hilang yang dilaporkan ke suatu polsek malah mendapat penolakan dengan alasan tidak ada anggaran untuk menangani kasus tersebut. Alasan yang mencengangkan. Naraya tidak habis pikir. Benarkah tidak ada dana untuk melakukan penyelidikan itu? Bukankah mudah bagi polisi untuk melakukan penyelidikan karena mempunyai akses ke sana. Tidak perlu harus menawarkan semacam gratifikasi seperti dirinya yang mau tidak mau harus keluar uang agar orang yang dia wawancarai mau memberikan keterangan terkait suatu kasus. Ini cukup mengherankan. Apakah maksud dari kata-kata oknum yang berada polsek tersebut? Apakah itu mengandung maksud, pelapor harus memberikan sejumlah uang agar laporannya mendapat tanggapan.

Lalu bagaimana dengan alasan kurangnya bukti sehingga laporan tidak diacuhkan. Bila demikian, kenapa bukan mereka yang mengumpulkan bukti tersebut. Bukankah itu tugas mereka sebagai aparat kepolisian melindungi, mengayomi dan memberikan pelayanan masyarakat terkait hukum. Bahkan jelas-jelas tugas reperensif mereka salah satunya adalah mencari dan mengumpulkan bukti, kemudian menemukan tersangka pelaku pidana.

Sepertinya mereka sedikit amnesia terkait tugas tersebut. Dan ada baiknya bila tugas dan fungsi mereka itu dituliskan pada setiap sudut tembok kantor kepolisian.

“Korban terlihat terakhir kali Kamis pagi?” tanya seorang petugas polisi yang tidak mengenakan seragam lengkap. Rambutnya berdiri tegak. Tangannya sibuk mengetik di keyboard.

Berkas laporan Naraya di polsek Senin lalu ternyata dilempar ke polrestabes. Di sinilah sekarang Naraya berada. Pada satu ruangan tidak terlalu luas berbentuk persegi panjang yang berisi empat buah meja berhadap-hadapan. Setiap meja dilengkapi dengan komputer, dan satu meja akan menangani satu kasus. Sekat transparan tentu saja tak lupa terpasang antara penyidik dan yang disidik.

“Oleh saya, tetapi, teman-teman kerjanya melihat hingga pulang kerja.” sahut Naraya, lalu melirik laki-laki yang baru datang dan duduk di sebelah kanannya. Entah dia sebagai saksi seperti dirinya atau telah menjadi tersangka.

Sementara dua meja kursi di belakang Naraya yang telah duduk dua petugas, masih menunggu tersangka atau saksi suatu kasus lain. Mereka berdua terdengar berbincang tentang kasus yang sedang mereka tangani.

“Baik,” katanya lalu memandang pada Naraya. “Mbak bilang dia mengirim pesan minta tolong, bisa perlihatkan pada saya?”

“Ya, tentu.” Naraya segera mengeluarkan ponsel. Lalu memperlihatkan ruang obrolan itu pada petugas polisi yang pelit senyum ini. Meski menggunakan masker, gurat senyum akan tetap tertampil dari ekspresi mata yang mengerut dan bersinar.

Petugas polisi itu lalu memotret ponsel Naraya. Selagi petugas tersebut memeriksa ponselnya Naraya menatap lurus ke atas sebelah kanan membaca satu buah papan yang bertuliskan “Kontrol Penyidikan Perkara”. Di sana termuat tanggal laporan, tersangka, penyidik dan keterangan lain.

Penyidik yang sedang menangani kasus Naraya menyerahkan ponsel Naraya kembali. “Selain keluarga, ada orang yang terkait dengan korban hilang?”

Naraya lalu menyebutkan satu persatu orang-orang yang kemarin sudah dan akan dia telusuri. Penyidik itu sekaligus menanyakan alamat mereka. Naraya hanya memberikan alamat desa, karena dia memang tidak tahu alamat lengkapnya.

“Baik, terima kasih, atas keterangannya. Sewaktu-waktu bila kami panggil lagi siap ya?” Permintaannya sebelum Naraya beranjak.

“Siap, Pak!” sahut Naraya lalu menangkupkan tangan sebagai ganti bersalaman.

Keluar dari ruangan, hati Naraya sedikit lapang. Dia menjadi berharap polisi mau bergerak menyidik satu persatu keterangan dari orang-orang terdekat Gina, dan segera menemukan titik terang mengenai menghilangnya teman satu kontrakannya itu.

Naraya menuju tempat parkir mobil di depan gedung tiga lantai. Masing-masing tingkat terdapat tulisan besar timbul mulai dari bawah, SAT Reskrim yang baru saja dia datangi, kemudian atasnya ada SAT Intelkam, dan teratas Bagian Sumber Daya dan Bagian Perencanaan.

Mobil Naraya mengarah kembali ke kantornya. Hari ini deadline naskah artikelnya harus sudah selesai. Minggu ini Naraya menuliskan berbagai kasus mengenai orang hilang yang sampai sekarang belum diketahui rimbanya. Mumpung momennya pas dengan keadaannya sekarang sedang mencari teman kontrakannya yang hilang. Sehingga dia bisa menuliskan itu berdasarkan sudut pandang keluarga yang kehilangan.

Siang itu matahari sedang menampakkan kuasanya di tengah musim penghujan. Mendung sampai tidak berani mendekat. Awan gelap terlihat berkumpul di barat daya, kemungkinan berada di atas Gunung Ungaran. Naraya melajukan mobilnya pelan. Lalu lintas hari ini lumayan ramai apalagi saat melintasi Simpang Lima.

Lihat selengkapnya