Naraya mengetuk-ngetukkan ujung pulpen ke sisi samping kepala. Matanya memelototi layar ponsel yang menampilkan gambar Gina naik ke boncengan motor orang tidak dikenal. Yang pasti itu bukan dari salah satu penyedia ojek online. Jaket laki-laki yang mengenakan helm cakil itu, jaket berwarna gelap dan terlihat tebal.
“Siapa laki-laki itu?” desis Naraya merasa buntu. Andai saja, dia tahu plat nomor sepeda motor sport itu. CCTV yang menyorot dari arah samping, jelas tidak bisa memindai plat nomor dari kendaraan yang terekam.
Gina yang cenderung pendiam memang tidak terlalu punya banyak teman. Orang tipe tertutup seperti Gina mustahil mau ikut tawaran sembarang orang. Pertahanan diri seorang introver sangat tinggi. Entah, bila ternyata Gina terkena hipnotis pengendara motor itu. Sebagaimana diketahui, orang yang mudah fokus seperti Gina sangat gampang terkena kejahatan hipnotis itu.
Tetapi apa motifnya? Kalau memang menginginkan uang, sudah tentu Gina akan segera diturunkan disuatu tempat dengan kondisi kehilangan benda-benda berharga. Nyawanya bisa jadi masih ada, karena penjahat tipe penghipnotis ini cuma seorang pencuri yang ulung. Dia tidak akan melukai korban. Berbeda dengan perampok yang akan langsung menodongkan senjata tajam demi mendapatkan benda yang akan dijarahnya.
“Awas, matamu melompat keluar!” sembur Vita yang melongok ke kubikel Naraya.
Seringai mirip orang idiot menyapa Vita. “Nih,” Naraya menyodorkan ponselnya ke arah Vita.
“Apa ini?” Vita meraih ponsel Naraya agar bisa melihat dengan jelas gambar seseorang yang sedang naik ke boncengan sepeda motor sport. “Siapa?”
“Gina,”
“Teman kamu yang hilang itu?” Vita memastikan sambil mengembalikan ponsel Naraya. “Dia diculik?”
“Bisa iya, bisa tidak.” sahut Naraya sembari meletakkan ponselnya tepat lurus dengan hidungnya. “Masalahnya dia suka rela ikut pemotor itu.”
“Pasti orang yang dikenalnya?” tebak Vita. “Kalau aku, diajak orang tidak dikenal naik motor pasti ogah. Kecuali memang pesan ojol. Eh, tapi terkadang ada juga lho, ojol yang tidak pakai jaket kebesaran mereka.”
Naraya manggut-manggut. Meski Naraya yakin, pemotor yang mengajak Gina waktu itu pastilah salah satu kenalan Gina yang tiba-tiba menawarkan tumpangan. Tetapi tidak ada salahnya menelusur para abang ojol yang ada di Semarang. Lagi pula, pasti tidak banyak pengendara ojek online yang menggunakan motor sport untuk mengorder penumpang. Ada pasti cuma satu atau dua orang.
“Kamu sedang sibuk?” tanya Naraya yang mengakhiri aksi bengongnya setelah menyelesaikan tugas utamanya menulis artikel.
“Artikelku sudah beres, kenapa? Mau traktir makan?” todong Vita langsung.
“Mau makan apa?”
“Wah, nantang, nih?” Vita langsung menaikkan bola matanya mencari referensi makanan yang enak dan ingin dia makan.
Naraya menunggu dengan harap-harap cemas. Pasalnya bulan ini pengeluaran dia lumayan bengkak. Demi memburu kabar tentang Gina, dia harus berani menyogok orang yang mempunyai keterkaitan dengan Gina agar mereka mau buka mulut.
“Sop buntut!” cetus Vita tanpa sungkan.