Berkat Vita, Naraya bisa mendapatkan nomor ponsel Feri. Pakai cara nakal. Pertama ajak Reni makan ditempat yang instagramable. Kemudian saat foto-foto, Vita akan menawarkan diri memfotokan Reni. Nah, pada kesempatan itu saat membidikkan kamera, Vita justru membuka WA Reni. Karena status mereka bertunangan pastilah deret percakapan mereka banyak sehingga bakal menempati urutan teratas. Itu akan mempermudah Vita menemukan tunangan Reni. Setelah dapat kontak Feri, nantinya Vita akan pura-pura ada pesan masuk penting, berhenti memfoto, membuka ponselnya di atas ponsel Reni untuk mengambil foto kontak tersebut. Lanjut deh, memfoto beneran.
Vita melakukan itu dengan sangat natural. Naraya sempat menggeleng kagum atas kehebatan teman reporternya itu. Sangat pantas baginya mendapat piala pemeran utama terbaik. Naraya sendiri pasti sudah gugup kalau melakukan satu tindakan yang kurang benar. Akan tetapi, meminta langsung nomor Feri, dia juga tidak tahu harus berdalih apa. Dia bukan tipe orang yang pandai berbohong. Sementara untuk berterus-terang kalau ingin tanya jawab sama Feri, bisa-bisa Reni malah ikut serta berakibat jawaban yang dia dapat tidak akurat.
Dan, di sinilah sekarang Naraya dan Vita berada. Di rumah kos Feri yang terletak di jalan Argosari. Perjalanan melalui tol membuat jarak tempuh bila menggunakan kendaraan umum biasanya mencapai dua jam, kali ini hanya terlampaui satu jam, dengan waktu tambahan mencari lokasi kos Feri.
Mereka bertiga duduk pada teras kamar Feri. Tiga gelas kopi tersaji di meja yang terbuat dari bambu wulung, atas permintaan Naraya sebagai pencegah kantuk saat pulang nanti.
“Itu motor kamu?” tanya Naraya saat matanya mendapati motor matic Feri terparkir di depan teras.
“Iya, Mbak.”
“Memang parkir di situ?” lanjut Naraya agar tidak menimbulkan kecurigaan terkait pertanyaan kepemilikan motor. Lagi pula rumah kos Feri dekat jalan raya, dengan pintu pagar yang rendah. Kalau malam hari nekat memarkir motor di situ, bisa jadi santapan sedap maling.
“Kalau malam masuk kandang.” sahut Feri menunjuk ke arah belakang Naraya yang kebetulan memilih duduk di pembatas teras.
“Oh, ada garasi?” Naraya bangkit dari duduk melangkah keluar dari penampang teras kamar kos Feri. “Jadi penasaran.” ucapnya sembari mengenakan sepatu model balet lalu melangkah melewati satu kamar lagi. Tempat di samping kamar itu, terdapat satu ruang dengan pintu rolling door. Menurut Naraya garasi itu bisa memuat enam buah motor, tetapi yang terpajang hanya ada tiga motor, tidak ada motor sport.
Naraya kembali ke depan kamar kos Feri, lalu duduk ke tempatnya semula. Saat dia kembali, Vita tengah mengobrol mengenai pabrik tekstil tempat Feri bekerja.
“Wah, saya tidak begitu paham tentang hal itu. Bagian saya mengurusi keuangan.”
“Saya pikir, Mas Feri juga bakal tahu mengenai proses pembuatan kain itu.” Senyum malu tersungging di mulut Vita.
“Kalau menyimpan motor sport di garasi itu, pasti cukup riskan ya?” sela Naraya. “Rolling door model tarik gampang dibobol maling.”
“Untungnya tidak ada yang membawa motor itu.” sahut Feri. “Tapi selama aku tinggal di sini, masih aman. Tidak ada yang pernah kehilangan motor, atau barang lain.”
“Berarti lingkungan ini sehat.” tanggap Vita.
“Oh ya, maaf sebelumnya. Jadi, maksud kedatangan kami kemari sebenarnya ingin sedikit bertanya tentang Reni dengan Gina.” Naraya tidak mau berbasa-basi terlalu lama.
“Setahu saya, mereka bersahabat seperti biasa. Reni tidak pernah mengeluhkan tentang Gina satu kali pun. Hanya saat Gina menghilang, dia sering jadi membicarakan tentang Gina. Mengenai nasibnya, dan berharap temannya itu cepat pulang kembali dengan selamat. Itu saja. Apa kamu mencurigai Reni?”
Naraya menggeleng. “Lalu bagaimana hubunganmu dengan Reni?”
“Baik-baik saja,” Feri memantul-mantulkan tubuhnya, dengan kedua lengan yang menumpu di paha sebagai peer. “Kalau ada pertengkaran itu wajar, kan?”
“Apa Reni pernah mengajakmu putus dalam pertengkaran itu?” cecar Naraya.
“Iya, pernah. Tapi aku berusaha agar kami tetap jalan. Kedua orang tua kami sudah merestui dan sudah saling bertemu. Sangat tidak baik rasanya kalau harus berpisah.”