Awalnya Akmal menolak Naraya yang ingin bertemu dengan pacar rahasianya. Setelah mendapat gertakan dari Gagat, akan melaporkan Akmal pada polisi mengingat dirinya punya motif, mungkin polisi akan menyelidiki lebih lanjut.
“Baik, tapi setelah ini tolong jangan ganggu kami!” tandas Akmal yang kali ini mengenakan kaos oblong. Matanya hampir melompat keluar.
“Itu tergantung kamu pelakunya atau bukan.” Gagat ikut menandaskan namun dengan senyum.
“Aku akan menjemput dia. Kalian tunggu di sini.” ujar Akmal sambil berdiri.
“Aku yang akan mengantarmu.” Gagat ikut berdiri lalu langsung menawarkan diri. Mencegah Akmal masuk ke ruang sebelah. Mungkin untuk mengambil kunci kontak.
“Tidak perlu.” toleh Akmal.
“Aku harus memastikan, kalau kamu tidak akan kabur.”
Kening Akmal mengerut. “Perlu? Tidak percaya amat.”
Tangan Gagat membuka mempersilakan Akmal melangkah keluar. Akmal membatu. Tatapannya sungguh tidak suka atas perlakuan Gagat tersebut.
“Jauhkah?” tanya Naraya. “Kenapa kita tidak ke rumahnya saja?” Naraya sudah ikut berdiri. Masih di depan kursinya. Beda dengan Gagat yang telah keluar dari area kursi berdiri dekat pintu.
“Di sana ada orang tuanya. Sebaiknya kita bicara mengenai hal itu di sini saja.” tanggap Akmal. “Rumahnya dekat kuburan Purwoloyo.”
“Oh gitu,” Naraya mengangkat dagunya lalu turun dengan cepat. “Saya menunggu di sini nggak apa, kan?”
“Ya, silakan!” ucap Akmal lalu meraba-raba sakunya. “Sebentar, aku ambil dompet dan HP dulu.”
“Aku tinggal dulu,” pamit Gagat pada Naraya sebelum melangkah keluar.
Naraya hanya mengangguk, lalu duduk kembali. Akmal telah muncul tak lama setelahnya. Dia berlari kecil begitu keluar dari pintu menuju jeep Gagat yang terparkir di depan rumah kontrakan Akmal.
Selepas kepergian Akmal, Naraya melihat-lihat rumah yang ditempati oleh tunangan Gina ini. Dia melongok ke ruangan lain yang tertutup gorden. Di sana langsung bertemu dengan ruang makan yang menyatu dapur. Terdapat penampang menyiku pada sisi kiri yang memuat rak piring kecil dengan tiga buah piring di atasnya. Kompor gas single. Dan semua terlihat bersih. Akmal tampaknya tipe laki-laki yang rapi dan penyuka kebersihan. Ketika mata Naraya bergerak ke kanan, sebuah pintu kamar mandi menyapanya. Segaris lurus dari Naraya terdapat tempat jemuran, juga gudang. Sepeda Akmal terlihat menyender hampir membelakanginya.
Ketika Naraya balik badan sebuah pintu yang tertutup rapat, menimbulkan praduga sebagai kamar Akmal. Meski tahu tadi terdengar derak pintu dikunci, tetapi Naraya tetap penasaran ingin membuka. Tidak sopan memang, akan tetapi Naraya ingin tahu Akmal itu orang yang seperti apa. Tentu dari keadaan rumahnya. Yah, siapa tahu dia nanti bisa menemukan petunjuk.
Puas melihat-lihat sebentar, tanpa menemukan sesuatu yang mencurigakan, Naraya kembali ke tempat duduknya. Dia telah membuka ponsel memeriksa pesan yang masuk. Lima belas menit berputar. Saat layar mini di depan Naraya telah beralih masuk akun sosmed, deru mobil Gagat merapat di depan rumah yang gersang.
Naraya mengintip dari jendela berkaca sempit. Seorang gadis yang mengenakan kerudung dengan riasan tipis namun tetap membuatnya terlihat cantik berjalan di belakang Akmal. Wanita ini juga lebih tinggi dibandingkan Gina.