Sang Pemangsa di Gunung Lawu

Xie Nur
Chapter #51

Edisi Yang Tidak Akan Terlupakan #2

“Ya begitulah, kakakku juga menjadi korban tragedi sepuluh tahun lalu.” ucap Dwian mengakhiri ceritanya. “Nggak nyangka ya, aku, kamu dan Gagat terhubung dengan peristiwa masa lalu. Sebuah tragedi yang sampai sekarang masih menyisakan misteri.”

Naraya mengangguk sambil menghisap rokoknya. Kemudian merapatkan jaketnya. Udara di malam hari di Hargo Dalem, tepatnya di warung Mbok Yem sungguh membuat tulang-tulang Naraya linu kaku. 

“Ah ya,” Dwian lalu meraih tas rangselnya yang teronggok di sudut di antara posisi duduk Naraya dan Dwian. 

Keduanya memang sengaja bertemu di warung Mbok Yem, minum kopi sembari menceritakan ihwal kenapa sama-sama tertarik mengunjungi sumur Jalatunda. Setelah bertemu Dwian di sumur itu, dan setelah laki-laki itu menghalaunya agar tidak melanjutkan turun. Naraya merasa cukup dengan janji Dwian yang akan menggambarkan keadaan sumur itu. 

Dari kantung depan tas rangsel Dwian yang lebar, dia mengeluarkan satu plastik transparan yang memuat satu lembar kertas. “Saudara kembarmu, Naraga, yang mana?” tanya Dwian sembari mengulurkan foto berukuran 12 x 9 sentimeter. 

“Sebelah kiri,” sahut Naraya setelah melihat foto itu. Namun, matanya justru terpaku pada seorang anak laki-laki yang berdiri terjeda tugu kebesaran Gunung Lawu. Ekan, kakak dari Dwian. Seketika dadanya terasa sesak. Naraya mengembalikan foto itu pada Dwian. Rokok segera dia jejalkan ke mulutnya.

“Kalian satu angkatan, berarti kamu kenal dengan mereka semua?” tanya Dwian yang mencermati foto itu lagi. “Gendis yang mana?” gumam Dwian.

“Aku hanya tahu, Ekan. Kami cukup dekat, sangat dekat.” Naraya menjawab perkataan Dwian dengan matanya memandang ke arah pintu luar.

“Apa kamu pacar kakakku?” Tiba-tiba Dwian merasa curiga. Umur mereka berdua yang hanya terpaut satu tahun, membuat keduanya akrab layaknya saudara kembar. Dwian teringat, Ekan pernah bilang ingin membelikan sesuatu untuk teman dekatnya di hari ulang tahunnya. Dwian waktu itu mendesak, apakah teman dekat itu, berarti pacarnya? Ekan hanya tersenyum tersipu. Tetapi dia kemudian menceritakan tentang gadis pujaannya itu.

Mata Naraya menghunus ke arah Dwian. Ragu sejenak saat ingin mengakuinya. Namun, Naraya pikir buat apa menyembunyikan fakta tersebut. Kepala Naraya mengangguk.

“Ternyata kamu, cewek yang katanya hobi baca komik detektif Conan? Kakakku membelikan kamu edisi terbaru komik itu, kan?”

Naraya mengangguk lagi. Komik itu masih dia simpan menjadi satu-satunya kenangan terakhir dari Ekan. Komik Detektif Conan jilid 68. Edisi yang di dalamnya memuat satu bab dengan judul ‘Ulang Tahun Teristimewa’ meski bukan ulang tahun tokoh utama dalam cerita, melainkan ibu dari Ran pacar Conan yang berulang tahun. Tetapi ketika membaca judul bab itu, menumbuhkan perasaan yang tidak dapat terkatakan. Ekan benar-benar memberinya satu hadiah yang spesial. Sangat tepat sasaran, dalam situasi dan kondisi.

Secara tak terduga air mata Naraya meleleh. Aneh sekali. Padahal dia dan Ekan telah berpisah selama dua belas tahun lamanya. Perpisahan yang tidak akan pernah ada pertemuan.

Melihat Naraya menangis, membuat Dwian merasa bersalah. “Maaf,” lirih Dwian kemudian.

“Tak apa,” balas Naraya sambil menghisap ingus dan kalau bisa air matanya. Dengan tangan gemetar, Naraya menghirup asap untuk memenuhi dadanya.

Lihat selengkapnya