“Hai! Maaf lancang melihatmu menari tanpa izin. Aku tidak sengaja lewat dan mendengar suara musik, jadi aku memutuskan ke sini. Sekali lagi, maafkan aku,” ujar laki-laki yang masih mengenakan pakaian kantor itu.
Khaira masih terdiam seribu bahasa seraya menatap laki-laki yang tak asing baginya itu. Berbeda dengan Kahira, Aera menerikan kata “ayah” pada sosok laki-laki dengan setelan jas kantor itu. Aera bahkan berlari menghampiri seseorang yang dipanggilnya ayah itu, lalu memeluknya erat.
“Ayah, pulang lebih awal?” tanya Aera lalu melepaskan dekapannya dari sang ayah.
“Iya, Sayang. Ayah kan sudah janji untuk pulang lebih awal, agar ayah bisa melihat Aera latihan menari. Tetapi sepertinya, ayah terlambat melihatmu menari,” tutur laki-laki itu.
“Tidak apa-apa, Ayah. Ayah pasti sudah lelah bekerja. Ayah pulang lebih awal saja, aku senang.” Aera mengembangkan senyumnya perlahan-lahan hingga manik legamnya pun ikut tersenyum, membentuk bulan sabit.
Melihat senyum tulus sang putri, laki-laki itu semakin bertambah sedih apalagi ketika sebelumnya telah berjanji kepada putri kecilnya untuk pulang lebih awal. “Terima kasih, Sayang. Kamu sudah mengerti. Lalu bagaimana hari pertama les tarimu? Apakah menyenangkan?”
Aera mengangguk dengan cepat menanggapi ayahnya. “Sangat menyenangkan, Yah. Bu Guru cantik banyak mengajariku. Bu Guru cantik juga mengatakan bahwa tarianku sudah bagus,” tutur Area dengan penuh kebahagiaan.
“Bu Guru cantik?”
“Iya, Bu Guru cantik. Aera yang memberi panggilan itu, Yah. Bagus kan? Wajah Bu Guru sangat cantik, jadi aku memberinya nama Bu Guru cantik,” jelas Aera yang membuat ayahnya itu terkekeh pelan seraya menatap sosok yang dijuluki “bu guru cantik” oleh putri kecilnya itu.
“Ayah senang jika kamu cocok dengan Guru tarinya, Sayang. Lain kali, ayah akan menyempatkan waktu agar bisa melihatmu belajar menari.”
“Ayah janji?” Aera mengangkat kelingkingnya di hadapan wajah ayahnya yang sudah sejajar dengan tubuhnya itu.
“Janji!” Ayah Aera kemudian menautkan kelingkingnya pada kelingking putrinya.
“Nah, sekarang kamu mandi dulu ya, Sayang. Minta tolong pada Bi Marni untuk membantu,” lanjut ayah Aera yang kemudian diangguki oleh Aera dengan cepat. Setelahnya, Aera melangkahkan kaki kecilnya keluar dari area ballroom tersebut menyisakan dua orang manusia di dalamnya.