Sang Penari

Blue Sky
Chapter #11

Berkeringat Larut Malam

Sialnya, keinginan Khaira lebih kuat daripada akal dan logikanya. Dia menerima uluran tangan Gavin. “Aku akan menari bersamamu,” timpal Khaira setelah beberapa saat berpikir. Tak masalah bagi Khaira jika hanya sebentar menari bersama Gavin, tidak ada perasaan apa pun juga yang hadir di dalam dadanya. Begitulah yang Khaira pikirkan. 

Gavin mengembangkan senyumnya. Laki-laki yang semula menunduk menunggu Khaira menerima uluran tangannya, kini menegakan tubuhnya. Ada perasaan bahagia yang terkembang di bibir Gavin ketika Khaira menerima ajakannya menari bersama. Apalagi, Gavin sudah lama menanti momen menari bersama dengan Khaira selama bertahun lamanya. 

“Terima kasih sudah menerima ajakanku menari." Gavin mengikis jaraknya dengan Khaira dan ditatapnya teduh wanita itu. 

“Bagaimana jika kita berdansa? Aku hanya bisa berdansa, tetapi bisakah kali ini kita menggunakan lagu terlebih dulu? Setelahnya kita akan berdansa tanpa musik dan hanya diiringi gemersik hujan. Bolehkah?” pinta Gavin setelah berpikir matang-matang.

Sejenak Khaira mendengar ucapan Gavin secara saksama, barulah Khaira terkekeh pelan. “Boleh dan tak apa jika kamu hanya bisa berdansa. Lagipula kamu yang mengajakku menari, jadi aku akan dengan senang hati mengikuti apa yang kamu bisa termasuk itu berdansa,” timpal Khaira.

“Terima kasih, Khaira.” Setelahnya, Gavin memutar lagu yang ada di area ballroom itu. lalu laki-laki itu mengikis lagi jarak dengan Khaira. “Maaf jika terkesan tak sopan,” ujarnya meminta izin secara baik kepada Khaira sebelum menyentuh pinggang Khiara dan menggenggam tangan lembutnya.

Khaira mengangguk perlahan, entah apa yang menyebabkan dia mengizinkan laki-laki lain menyentuh di area lekuk tubuhnya (pinggang). Mungkin, Khaira begitu terkesima dengan sikap Gavin yang begitu lembut dan sopan. Atau mungkin Khaira menganggap Gavin adalah laki-laki yang spesial di dalam hatinya? Tak ada yang tahu soal itu.

Usai mendapatkan persetujuan dari Khaira, lantas Gavin memegang pinggang Khaira dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya menggenggam tangan Khaira dengan kehangatan.

Area ballroom itu dipenuhi dengan sahut-sahutan suara musik dansa yang mengalun indah ditimpa dengan gemersik hujan yang masih senantiasa terjaga. Gavin dan Khaira pun terhanyut dalam musik dansa yang merdu itu, menuntun mereka dalam dansa romantis larut malam. Sesekali, mereka berdua tersenyum manis ketika manik legam keduanya saling beradu pandang. Entah apa yang mendasari mereka tersenyum manis satu sama lain, entah rasa malu atau bahkan rasa yang lain.

Tetapi tak dapat dipungkiri lagi jika keduanya tengah dilanda perasaan bahagia. Khaira bahagia karena dia dapat berdansa lagi setelah sekian lama, meski bukan dengan laki-laki yang berstatus sebagai suaminya. Berbeda dengan Gavin yang begitu bahagia karena dia begitu mendamba dan merasa seperti mimpi ketika berdansa dengan wanita pujaan hatinya.

Kedua manusia itu bergelut dalam musik yang mengalun indah di ballroom. Gavin menuntun Khaira dalam berdansa, laki-laki itu sesekali memutar tubuh Khaira, setelah mengajaknya melangkah ke kiri dan ke kanan mengikuti tempo musik yang menggema.

Musik yang semula bertempo pelan, kini mulai bertempo lebih rapat dan cepat hingga keduanya mau tak mau mengikuti aliran tempo musik dansa tersebut. Gavin menuntun Khaira lagi dalam kenikmatan dansa larut malam dibalut musik juga gemercik hujan.

Dansa malam itu menjadi lebih panas, keduanya melangkahkan kaki begitu cepat, sesekali Gavin memutar tubuh Khaira lagi dan lagi. Bahkan udara dingin ballroom dan suasana gemercik hujan itu sama sekali tak berpengaruh dengan keadaan mereka yang bercucuran keringat malam. Keduanya masih terus berdansa dan berputar dengan musik yang mengiringi mereka, hingga pada puncak lagu kembali pelan secara perlahan, membuat mereka menghentikan gerak langkah dan gerak tubuh mereka. Namun, siapa sangka jika Gavin dan Khaira berakhir dalam dekapan hangat setelah melakukan dansa yang menguras tenaga itu.

“Huh…Huh…”

Lihat selengkapnya