Sang Penari

Blue Sky
Chapter #12

Perhatian

Pukul 09.00 pagi, Khaira baru saja bangun dari tidurnya. Semalaman suntuk Khaira tak bisa tidur, bahkan dia bisa tidur selepas subuh tadi. Dia tak bisa tidur bukan karena kasurnya tak nyaman atau keadaannya tak nyaman, nyatanya kamar Aera itu lebih dari kata nyaman. Hati dan pikiran Khaira sendiri yang tak nyaman. Hati dan pikirannya begitu berkecamuk hebat, saling bersahut-sahutan antara salah dan benar atas kejadian semalam di ballroom bersama dengan Gavin.

Dansa larut malam bersama Gavin seperti sebuah pucuk kegundah-gulanaannya. Dia masih memikirkan bahwa dia adalah wanita yang memiliki suami, tetapi dia malah mengiyakan ajakan Gavin. Di sisi lain, ada perasaan bahagia yang mengembang dalam dirinya. Entah mengapa yang dirasakan Khaira begitu bertolak belakang.

Khaira menantaskan diri dari kamar mandi setelah dibasuhnya wajah putih mulusnya itu. Dia kemudian menghampiri Aera yang duduk di tepi ranjang. Area yang membangunkan Khaira sesaat lalu. Mungkin jika bukan karena Aera, dia bangun lebih siang lagi.

“Apakah kakimu sudah baikan, Sayang?” tanya Khaira seraya menyejajarkan tubuhnya sepadang dengan Khaira yang tengah duduk di tepi ranjang.

“Sudah, Bu cantik. Tetapi, Ayah melarang untuk menari seharian ini. Ayah ingin melihatku pulih dulu,” jelas Aera dengan wajah yang begitu sendu.

Keselo yang dialami oleh Aera membuat gadis kecil itu tak diperbolehkan menari oleh Gavin beberapa saat, karena Gavin ingin menunggu putrinya itu benar-benar pulih. Bagaimanapun juga sebagai seorang ayah, Gavin benar-benar khawatir dengan keadaan putrinya itu. 

Khaira sendiri yang mendengar penjelasan Aera mengangguk setuju dengan pilihan yang dibuat oleh Gavin. Meski Khaira bukanlah seorang ibu, tetapi dia juga seseorang yang bisa merasakan bagaimana kekhawatiran orang tua terhadap anaknya.

“Ayahmu mengatakan dengan benar, pulihnya kakimu adalah yang utama. Jangan sedih jika kamu tak bisa menari hari ini, kamu bisa menari besok atau lusa yang terpenting tunggu kakimu sembuh dulu,” ujar Khaira seraya mengusak pelan surai legam milik Aera. 

“Baiklah, Bu cantik. Aera akan menunggu kaki Aera sembuh.”

“Bagus,” timpal Khaira dengan senyum terkembang di bibir tipisnya.

“Sekarang Bu Guru cantik, makan dulu ya. Aera akan mengantar ke ruang makan. Ayah sudah menunggu,” ujar Aera setelah melirik jam di dindingnya dan setelah ingat permintaan ayahnya untuk mengajak Khaira sarapan.

Khaira mengangguk perlahan menyetujui perkataan Aera. “Aera tadi sudah makan atau belum, Sayang?” tanya Khaira.

Gadis kecil itu menggeleng perlahan sebagai tanda belum. Khaira yang melihat gelengan tersebut mengernyikan dahinya. “Kenapa belum makan, Sayang?” tanya Khaira.

“Ayah dan Aera menunggu Bu Guru cantik untuk sarapan bersama,” timpal Aera yang spontan membuat Khaira tersentak dan semakin dirundung rasa bersalah yang tinggi.

Bagaimanapun juga Khaira merasa dirinya adalah tamu di rumah mewah nan megah itu. Namun, dia malah bangun lebih siang dari ssang pemilik rumahnya, bahkan sampai membuat pemilik rumah terlambat sarapan. Astaga! Dia benar-benar malu.

“Maafkan ibu, Sayang. Gara-gara ibu, kamu dan Ayahmu harus terlambat sarapan,” ujar Khaira.

Aera menggelengkan kepalanya perlahan. “Tidak apa-apa, Bu cantik. Aera dan Ayah tadi sudah memakan camilan ringan. Jadi, Bu Guru cantik tidak perlu merasa bersalah. Sekarang, ayo ke ruang makan, Bu cantik,” jelas Aera seraya menggendeng tangan Khaira untuk mengikuti dia turun ke ruang makan.

Di ruang makan, Gavin tengah berkutat dengan ponselnya sembari menunggu Aera dan Khaira turun. Sesekali dia menyunggingkan senyum ketika dia menatapi ponselnya, melihat foto seorang wanita yang menari di sana. “Aku tak percaya bila kamu menjadi Guru tari privat untuk putriku,” gumamnya lirih. Gavin tak pernah bosan memandangi foto Khaira, sang penari di ponselnya itu. 

Gavin buru-buru menutup ponselnya setelah indera pendengarannya menangkap derap kaki mengarah ke ruang makan. Dia lantas menyiapkan senyum paling indah yang dilukis di bibirnya itu untuk menyambut pujaan hatinya.

Gavin memandangi Khaira yang baru saja tiba di ruang makan itu, bahkan dia lupa jika ada putri kecilnya di samping Khaira. Manik legam Gavin begitu terpaku pada wanita cantik nan memukau seperti dewi Yunani.

Lihat selengkapnya