Mobil yang dikemudikan Gavin akhirnya tiba di depan kediaman Khaira. Gavin menatap ke arah rumah klasik sederhana tetapi begitu indah baginya. Ada kenyamanan yang terselip di rumah itu. Sejenak atensi Gavin beralih ketika menangkap keberadaan seorang laki-laki yang duduk di kursi roda di ambang pintu.
Gavin berkecamuk dalam dadanya, bertanya-tanya apakah laki-laki itu adalah suami Khaira ataukah bukan. Gavin kemudian teringat surat lamaran Khaira yang dia baca beberapa saat lalu, bahwa Khaira memang sudah menikah. Di sisi lain, Gavin tak percaya jika laki-laki yang duduk di kursi roda itu adalah suami dari Khaira. Pasalnya bagi Gavin, Khaira adalah wanita sempurna, jadi terlihat mustahil jika Khaira memilliki suami yang lumpuh.
Gavin benar-benar bergelut dengan tanya besar di benaknya, bahkan apa yang dia lihat itu sampai terbawa lamunan.
“Hei Gavin! Apa yang kamu pikirkan?”
“Ah ya?” Suara Khaira masuk ke indera pendengarannya, membuat lamunan Gavin terpecah. Dia kemudian menatap kepada Khaira yang ada di sampingnya itu.
“Kita sudah sampai di depan rumahku. Kenapa kamu melamun seperti itu?”
“Tidak apa-apa,” ujar Gavin menyangkal pertanyaan Khaira.
“Baiklah! Terima kasih sudah mengantarku. Apakah kamu langsung pulang? Atau kamu ingin mampir?” tanya Khaira.
“Boleh jika aku mampir sejenak?” tanya Gavin sembari menatap Khaira lekat.
Laki-laki itu memutuskan ingin mampir ke rumah sederhana nan klasik milik Khaira bukan tanpa suatu alasan apa pun. Gavin ingin tahu dan ingin mengenal lebih dekat laki-laki yang duduk di kursi roda. Dia juga ingin tahu seluk beluk kehidupan Khaira.
“Tentu boleh. Ayo turun! Aku akan mengenalkamu kepada suamiku,” ujar Khaira dengan sumringah. Setelahnya dia bergegas untuk turun dari mobil Gavin, tetapi dengan cepat Gavin mencegahnya.
“Su—suami?” tanya Gavin memastikan apa yang didengarnya itu.
“Iya, suami. Kamu tahu laki-laki yang duduk di kursi roda itu? Dia adalah suamiku,” ujar Khaira dengan sumringah mengenalkan suaminya yang berada di ambang pintu.
Mendengar pernyataan Khaira secara langsung itu membuat hati Gavin bak di hantam ribuan palu. Dia terkejut dengan penyataan Khaira, bahwa wanita itu benar-benar memiliki suami yang berada di kursi roda.
Khaira menatap keterkejutan di wajah Gavin, sejenak senyum perlahan terkembang di bibir Khaira. Dia memaklumi wajah terkejut Gavin itu, karena dia sudah wajar dilihat dengan terkejut dan wajah iba ketika dia mengenalkan suaminya yang duduk di kursi roda. Tetapi tak ada yang salah sama sekali, baginya kehidupannya dengan Rangga memang berbeda dari kebanyakan pasangan lainnya. Namun, cinta Khaira kepada Rangga melebihi kebanyakan pasangan pada umumnya.
“Kamu pasti terkejut dengan apa yang kamu lihat bukan? Aku dan suamiku kecelakaan ketika akan bulan madu setelah menikah. Aku selamat dari kecelakaan itu, tetapi sayangnya Rangga, suamiku harus mengalami hal nahas, kakinya lumpuh tak bisa digerakan sama sekali. Jika bisa pun, dia harus melakukan fisioterapi dan itu membutuhkan waktu yang cukup lama juga uang tak sedikit,” ujar Khaira panjang lebar.