Gavin, Gavin, dan Gavin. Benak Khaira sama sekali tiada henti memikirkan pemilik nama lengkap Gavin Respati Mahenra tersebut. Bagaimana tidak? Setelah kejadian malam itu, Khaira menjadi tak tenang. Dia marah besar dan tak akan memaafkan Gavin, jika memang Gavin lah laki-laki yang hampir menabrak Rangga.
Demi mengetahui kebenarannya, Khaira memutuskan untuk pergi ke kediaman Gavin pagi-pagi. Khaira bahkan harus berasalan kepada Rangga jikalau dia harus mengajari Aera karena akan melakukan lomba dalam hitungan hari.
Khaira tiba di rumah megah nan mewah milik Gavin. Pikiran, Khaira tepat sasaran. Dia masih melihat mobil Gavin terparkir di pelataran, yang artinya laki-laki itu belum berangkat bekerja. Khaira memilih melihat plat mobil Gavin terlebih dahulu untuk memastikan apakah laki-laki itu pelakunya.
Manik legam, Khaira membulat sempurna ketika dia mengetahui bahwa plat mobil Gavin sama seperti plat mobil yang hampir menabrak Rangga. Hati Khaira begitu terbakar amarah.
Sudah berhari-hari, dia risau kepada Gavin dan berpikir jika terjadi sesuatu kepada Gavin, tetapi Gavin malah hampir bersikap buruk kepada Rangga.
Khaira juga menyesal karena terus memikirkan laki-laki itu selama berhari-hari, menanyakan pada dirinya sendiri apakah dia mencintai Gavin ataukah tidak. Khaira harus menarik pertanyaan-pertanyaan cintanya tentang Gavin. Menganggap seolah-olah laki-laki itu baik hati padahal nyatanya adalah seorang iblis yang hanya berpura-pura baik di hadapannya. Gavin hampir membuat nyawa Rangga melayang. Sungguh, Khaira membenci hal tersebut dan dia tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Gavin itu. Lantas, dengan amarah yang berkilat di iris legamnya. Khaira langkahkan kakinya menuju ke rumah Gavin. Wanita itu segera memencet tombol kediaman Eropa klasik dengan beruntun, karena sama sekali tak ada sahutan dari dalam rumah. Sampai akhirnya Khaira dengar derap kaki yang mengarah ke pintu.
Pintu pun terbuka dan menampilkan Gavin dari dalam sana. Sejenak manik legam keduanya beradu.
"Kha-Khaira?" Suara Gavin yang parau menyapa indera pendengaran Khaira. Wajah Gavin yang sendu sekaligus rindu dipenuhi binar bahagia pun terlihat jelas. Gavin rindu dengan Khaira, bahkan ingin dia dekap Khaira erat-erat. Gavin mencintainya. Gavin sudah mencintai terlalu dalam hingga tak tahu bagaimana caranya untuk melepaskan.
Berbeda dengan Gavin yang menatap penuh kerinduan, Khaira menatap Gavin dengan penuh amarah, kecewa, hingga benci. Meskipun tak dapat dipungkiri bahwa ketika manik legamnya bersinggungan dengan Gavin, dia melihat jelas kantung mata Gavin seperti panda yang mengartikan bahwa laki-laki itu sulit tidur, wajahnya juga terlihat lelah dan begitu lemas. Khaira bahkan bertanya-tanya apakah Gavin sakit? Apakah Gavin sulit tidur sampai terlihat seperti lemas lunglai?
Sialan! Khaira merutuk dalam diri. Bukan saat yang tepat dia mengkhawatirkan Gavin di saat seperti ini. Dia tepiskan jauh-jauh semua pikirannya yang bergelut dengan hebat itu.
“Apa yang sudah kamu lakukan, Gavin?” tanya Khaira begitu dingin.
Gavin mengernyitkan dahinya. Laki-laki itu seperti tak tahu akan membalas perkataan Khaira dengan apa dan bagaimana. “Apa yang aku lakukan?”
“Kamu masih bertanya setelah apa yang kamu lakukan? Tidak perlu berpura-pura bodoh ataupun tak tahu, Gavin. Aku melihat dengan mata kepalaku bahwa mobilmu hampir menabrak Rangga. Dan kamu masih bisa bertanya apa yang aku maksud?”
"Kamu hampir membuat Rangga celaka, Gavin!" Khaira meninggikan intonasinya.
Gavin tak bisa menutupi apa yang telah dia lakukan. Laki-laki itu bahkan bukannya merasa bersalah atas apa yang dilakukannya, dia malah terkekeh pelan tanpa dosa. “Kamu sudah mengetahui rupanya? Cepat juga kamu tahu bahwa akulah yang hampir menabrak suamimu itu? Kamu sudah hapal dengan mobil juga platku ternyata. Tetapi apakah kamu tidak hapal denganku? Tidak hapal dengan hatiku? Cobalah untuk hapal denganku juga hatiku, maka kamu akan tahu kenapa aku melakukan semua itu,” ujar Gavin panjang lebar kepada Khaira, bibir tipisnya juga tersungging ke atas.
“Kamu sengaja melakukannya, Gavin? Kamu sengaja ingin membuat Rangga kecelakaan? Gila kamu, Vin! ” Khaira lagi-lagi meninggikan suaranya, manik legamnya melebar berkilat penuh amarah.
Gavin tak menimpali, pria itu kembali terkekeh tanpa dosa sembari menyandarkan tubuhnya yang sedikit lemah pada pintu kayu jatinya.