Sang Penari

Blue Sky
Chapter #20

Kenyataan Pahit

 Selepas perdebatan dengan Gavin, itulah hari terakhir Khaira berjumpa dengannya. Hari itu pula terakhir kalinya Khaira pergi ke rumah Gavin. Dia tak pernah ke sana lagi sesuai dengan permintaan Gavin. Tidak bertemu dengan Aera dan tidak mengajari Aera menari. 

Sialnya setelah kejadian kala itu, Khaira masih merasa tak enak hati dengan semua yang sudah umpatan dan kekesalannya pada Gavin. Dia bahkan sampai mengurung diri di kamar selama beberapa hari. 

Rangga yang melihat apa yang terjadi kepada istrinya itu pun risau. Rangga sudah mengetahui segalanya atas cerita Khaira, mulai dari siapa yang hampir menabraknya bahkan Khaira sampai melabrak Gavin. 

Namun, tanpa Rangga ketahui, tak semua Khaira ceritakan kepada Rangga terutama tentang perasaan Khaira kepada Gavin. Khaira takut melukai perasaan Rangga yang begitu tulus dan murni. 

Sebenarnya, Khaira merasa bodoh sekali ketika dia masih memiliki rasa kepada Gavin, laki-laki yang hampir mencelakai Rangga. Dia juga merasa bodoh, pasalnya Khaira sadar dia sudah memiliki suami tetapi terlibat perasaan dengan Gavin. Sungguh, cinta memang membuat sang pemilik hati hilang akal.

“Khaira Sayang, sampai kapan kamu akan seperti ini? Ayo keluarlah! Kamu harus makan, Sayang,” bujuk Rangga kepada istrinya itu seraya mengetuk-ngetuk pintu kamar Khaira.

Berulang kali, Rangga membujuk Khaira dan hasilnya nihil. Namun, kurang baik apanya Rangga? Laki-laki itu tak gentar sama sekali untuk menenangkan Khaira yang dilanda gundah. 

“Khaira, tidak apa-apa jika kamu sudah mengatakan hal seperti itu kepada Gavin. Jangan merasa bersalah! Dia pantas mendapatkan umpatanmu, karena sikapnya yang buruk," ujar Rangga di depan pintu kamar Khaira. 

Benar! Apa yang Rangga katakan adalah sebuah kebenaran. Benar jika Gavin pantas mendapatkan umpatan dan kemarahan dari Khaira. Sialnya, karena benaknya telah dibutakan perasaannya kepada Gavin, dia seperti perempuan yang sedang puber. Khaira gusar sendiri, dia sudah seperti pengkhianat kepada suaminya sendiri karena mencintai laki-laki lain. Tetapi di sisi lain, dia juga tak bisa mengontrol perasaannya itu, termasuk rasa cintanya kepada Gavin.

“Maafkan aku, Rangga,” ujarnya dengan penuh sendu. Berkali-kali, Khaira tak henti mengatakan kata maaf kepada Rangga meskipun laki-laki itu sama sekali tak mendengarnya.

TING...TONG... 

Suara bel memecah kesenduan Khaira dan diamnya Rangga di depan pintu. Rangga yang berada di luar kamar itu pun segera menghampiri ambang pintu dan dibukanya pintu dari kayu jati tersebut. Pandangan pertama yang Rangga lihat adalah sang mertua, datang dengan tatapan yang tajam. 

“I—ibu?"

“Di mana Khaira? Ibu khawatir dengan anak itu. Ibu sudah berkali-kali mengirimi pesan kepadanya untuk singgah ke rumah ibu tetapi tak dibalas-balas. Apa yang terjadi kepadanya, Rangga?” cecar perempuan paruh baya itu tanpa basa-basi kepada Rangga. 

Rangga tak menimpali sepersekian detik. Laki-laki itu cukup bingung harus menjelaskan bagaimana. Pasalnya, Khaira memang memilih mengurung diri di kamar dan menghentikan akses media sosialnya juga pesan-pesannya.

“Kenapa malah bengong? Jawab Rangga!” bentak ibu Khaira dengan kekesalan yang membuncah, tatapannya kian tajam pada Rangga. 

Gertakan ibu Khaira itu membuat Rangga tersentak dari ketermanguannya. Laki-laki itu kemudian mengutarakan apa yang terjadi kepada Khaira. Dari yang bermula Rangga hampir tertabrak dan yang menabrak adalah Gavin, kemudian Khaira yang melabrak Gavin sampai Khaira yang bahkan Gavin memutuskan kontrak kerja Khaira. Rangga menceritakan semuanya, tanpa terkecuali. Apa boleh buat? Dia tak punya pilihan lain selain menjelaskan segalanya. 

“Jadi karena itu, putriku tak membalas pesanku selama beberapa hari?" Perempuan paruh baya itu terlihat sedih, meski tatapan wajahnya masih dingin dan tajam. 

"Semua ini gara-gara kamu, Rangga!” tandas sang mertua yang menyalahkan Rangga.

Rangga terkejut hebat mendengar penuturan sang mertua. Rangga yang sejatinya adalah korban, tetapi tiba-tiba saja malah disalahkan oleh sang mertua. Sungguh, hati Rangga begitu sakit mendengar hal itu dari mertuanya sendiri.

“Jika kamu bisa berjalan, mungkin kamu tak akan membuat anak ibu seperti ini. Kamu tak akan membuat Khaira terbebani, kamu tidak akan hampir tertabrak, Khaira tak akan melabrak Gavin-Gavin itu, dan Khaira tak akan kehilangan pekerjaannya,” lanjut ibu Khaira dengan penuh penekanan menyalahkan Rangga.

Lihat selengkapnya