"Aku harus pulang. Sudah semalaman aku menginap di sini," pungkas Khaira setelah ia usai membantu Gavin untuk sarapan, sekadar menyuapi laki-laki yang lebih tua darinya itu.
"Tidak bisakah kamu tetap tinggal?" Suara Gavin menghentikan laku Khaira. Dia mengurungkan niat untuk beranjak dan kembali duduk di kursi tepi ranjang Gavin.
"Rangga menungguku di rumah. Aku tidak bisa di sini berlama-lama, lagipula kamu sudah sembuh," timpal Khaira enteng.
Gavin menghela napas panjangnya sejenak, kemudian bangkit dari duduknya. "Apakah kamu tidak punya alasan lain selain hal itu, Khaira? Rangga, Rangga, dan Rangga. Kamu ingin segera pulang, karena kamu ingin menghindariku lagi bukan?"
Khaira melayangkan tatapan tajamnya pada Gavin. Sungguh, pria yang kini ada di hadapannya itu benar-benar memperkeruh suasana hatinya. "Jika iya, memangnya kenapa, Gavin? Tidak ada yang salah bukan jika aku menghindarimu?"
"You fall in love with me, right? Dan kamu masih berusaha mengubur semua perasaan itu." Gavin berdecak. Laki-laki itu lantas menarik Khaira yang masih duduk di sisi ranjangnya. Gavin merengkuh pinggang ramping Khaira dan ditatapnya manik legam Khaira dengan netra elangnya.
"Say you love me, Khaira. Say it! Aku ingin mendengarnya. Aku mohon," lirih Gavin, bahkan dapat disebut sebagai bisikan.
Khaira melengos ke arah lain, memutus kontak dari netra elang Gavin. Dia memilih menatap ke luar jendela, di mana sinar surya telah memecah cakrawala biru.
"Look at me, Khaira!" Gavin menangkup pipi Khaira, hingga akhirnya kedua netranya terkunci oleh netra elang Gavin.
"Semua sikapmu yang seperti ini selalu membuatku yakin jika kamu memang mencintaiku. Apa susahnya untuk jujur, Khaira? Aku akan sangat bahagia jika kamu juj..."
"Cinta atau tidaknya aku, itu tidak penting karena semua ini adalah kesalahan." Khaira mendorong tubuh Gavin, hingga laki-laki itu menjauh darinya.
"Jadi berhenti bicara hal seperti ini lagi, Gavin!" ketus Khaira.
"Jangan pernah temui aku lagi dan jangan pernah hubungi aku lagi!" tegas Khaira dengan manik yang berkilat amarah, barulah dia beranjak dari kamar Gavin.
Tersisa Gavin seorang yang ada di dalam kamar dengan warna dark navy itu. Gavin mengusak surai legamnya frustasi, barulah dia beranjak untuk menyusul Khaira dan menepiskan semua rasa tak nyaman yang masih menjalar di tubuhnya, akibat sakit.
Langkah Gavin terhenti ketika dia tiba di lantai dasar. Dilihatnya Khaira yang rupanya bersama Aera. Aera begitu bahagia mengajak Khaira berfoto bersama. Gavin bahkan bisa melihat senyum Khaira yang tulus ketika bersama dengan Aera. Gavin menyukainya. Dia selalu suka ketika Khaira bersama dengan Aera, pasalnya perempuan itu tak henti mengembangkan senyum manisnya.
Jika saja, Khaira tahu bahwa senyumannya itu adalah kebahagiaan terbesar bagi Gavin. Seandainya saja Khaira tahu bahwa senyuman Khaira adalah obat ampuh bagi Gavin. Terbukti, semua gelisah dan runyam di benaknya sirna begitu saja. Dia meleleh seperti butter yang dipanaskan ketika melihat senyum manis Khaira.
“Oh, Ayah? Ayah sudah baikan? Sini, Yah! Ayo kita foto-foto dulu sebelum Bu cantik pulang!"
Suara Aera membuyarkan lamunan Gavin. Laki-laki itu sontak mengembangkan senyum teduhnya dan ditatapnya Khaira juga Aera bergantian.
Sejauh apa pun Khaira pergi, dewi fortuna selalu berpihak kepadanya dan Gavin bahagia akan hal itu. Izinkan Gavin tertawa di atas kekesalan Khaira sekarang, wajah masam Khaira bahkan kian membuat Gavin bahagia.
"Ayo foto sama-sama, Bu cantik!" ajak Aera sembari menarik Khaira mendekat kepada Gavin yang posisinya di tengah, sedangkan Aera berada di depan.
Khaira tak bisa menolak permintaan Aera. Khaira kemudian mendekat ke arah Gavin yang ada di sebelahnya. Gavin menarik senyum puasnya ketika melihat Khaira ada di sisinya. Bukan Gavin jika dia tidak bisa mencari kesempatan dalam kesempitan. Gavin menarik pinggang Khaira untuk lebih dekat dengannya, sontak Khaira tergejolak kaget dan menatap Gavin seolah bertanya.
“Agar kamu bisa masuk di frame,” ujarnya mencari alasan, kemudian terkekeh kecil.
Khaira memutar bola matanya malas. Kemudian Khaira fokus pada pantulan dirinya di layar ponsel milik Aera. Senyum terukir manis di bibirnya ketika kamera ponsel itu menangkap foto ketiganya.