“Sudahkah paduka selesai bernostalgia?”
Panggilan itu diciptakan tak lain oleh sang pendekar rambut merah, Melati, yang tertujukan kepada padukanya, rajanya, dan mungkin pujaan hatinya, Rex Maximillian, “Hamba ulangi sekali lagi, sudahkah paduka selesai bernostalgia?”
“Apa maksudmu, Melati? Nostalgia? Aku tak sedang mengingat masa laluku.”
“Mmm… Begitu yah, hamba kira paduka sedang mengingat sesuatu yang sangat penting bahkan sampai panggilan ketiga pun paduka tak merespon, kalau begitu hamba minta maaf atas kelancangan hamba yang memecah konsentrasi paduka, hamba pamit diri dahulu kalau begitu.”
“Oi—tunggu,” tangan Rex mengenggam Melati yang tengah mau pergi, bahu yang tertutup jubah tebal itu ditahannya sampai pergerakannya berhenti total.
“Ada hal yang paduka ingin bicarakan dengan hamba, kah? Apakah ini tentang sihir yang hamba lawan tadi?”
“—Bagaimana kau tahu itu?”
“Seorang prajurit teladan pastinya selalu mengetahui apa yang diinginkan oleh pemimpinnya.”
Itu adalah alasan yang dasar.
Alasan yang terlalu dasar malah.
Bisa menjadi senjata dua arah.
Tapi, seperti itulah Melati.
Nama lainnya ialah Sang Pembaca Pikiran.
Rex pun mengangguk, dan Melati berdiri sejajar dengannya, “Tentang apa yang paduka hendak bicarakan mengenai sihir itu?”
“Leaknya, leak hitam.”
“Betul, itu adalah leak hitam yang dipakai oleh ayahanda Seta.”
“Kau masih ingat nama mereka?” tanya Rex heran.
Tak hanya nama mereka saja, tambah Melati.
“Ketika hamba melawan mereka, hamba sentuh beberapa bagian yang memberikan hamba gambaran siapakah mereka, itu termasuk nama, tempat tinggal, asal, orangtua, hobi, hal-hal favorit, tapi itu semua hanya sebagian kecil dari informasi yang dimiliki seseorang.”
Tidak, itu adalah hal yang sangat luar biasa.
Untuk bisa mengetahui informasi sebegitu dalamnya, hanya dalam hitungan sentuhan.
Memang, Melati adalah orang yang mengerikan.
Bisa saja—ia mengetahui sesuatu mengenai seseorang yang tak diketahui oleh orang itu sendiri.
Cocok bila ia menjadi antagonis super dari sebuah cerita pahlawan.
“Mungkin hamba akan mulai dengan orang yang memakai leak hitam itu,” lanjut Melati, “nama dirinya adalah Kroy, sebetulnya ia cukup terkenal di dunia kejahatan, dia adalah salah satu penguasa pelabuhan di Merissa, dan rumornya dia memiliki adiknya sebagai seorang kekasih, namanya adalah Libertia, mereka tak memiliki anak, tapi Kroy sendiri dikaruniai dua putri dari istri pertamanya yang sudah wafat waktu melahirkan. Nama putri-putri mereka adalah Inessia, dan Neanna, yang tua berumur 12 tahun, dan yang muda berumur 10 tahun.”
"Tunggu, bukannya ia memiliki putra? Terus siapa anak yang dipanggilnya Seta itu?"
"Kalau Seta adalah anak buahnya, paduka. Ia diambil oleh Kroy waktu ia masih kecil, mungkin karena ia tak diberikan putra dari istrinya, sehingga ia melakukan itu. Tapi yang jelas, Seta bukanlah putra darahnya. Ia adalah anak angkat."
"Ohh, begitu ya."
"Betul begitu, paduka."
"Tapi..."
"Ya?"
“Itu… Sangat detil… Kau dapatkan semua itu dari pertarungan tadi?”
“Setengahnya,” ucap Melati dengan nada senang, “setengahnya lagi hamba dapat dari kabar-kabar orang lain.”
“Jadi… Rumor?”