Sang Penipu & Pembohong

Hairo Amarini
Chapter #22

Penyerangan Al-Bulan: Perencanaan

Rencana ini resmi dimulai.

Bisa kubilang, rencana itu telah dimulai, rencana yang disusun, dilaksanakan, dan disupervisikan oleh tak lain Rex Maximillian. Rencana untuk melindungi putri Al-Bulan dari serangan orang-orang yang memiliki sihir hitam—itulah informasi yang diberinya. 

Tentu saja, seperti layaknya seorang raja, dan semestinya seorang raja, Raja Tsabit semestinya memerintahkan anak buah—atau sekedar orang-orang terpercayanya—untuk menjaga keadaan istana, dan memastikan tak ada orang-orang yang mencurigakan di halaman ataupun di sekitar istana, itu berlaku juga dengan tanah yang berada di luar kompleks kerajaan, di sisi lain tembok penjagaan lebih tepatnya. 

Tapi tak ia lakukan itu semua, ia memilih untuk berada di dalam kamar tidurnya seorang diri layaknya orang yang baru saja minum-minum hingga hilang akal, atau mungkin memang ia baru saja minum, dan aku menemukannya dalam kondisi seperti itu. Tentu saja aku bergumam bahwa memang inikah raja yang orang katakan sering berperang dengan rakyat lainnya? Sangat cocok sekali dengan sikapnya.

Pendek sulutnya.

Temperamennya.

Ditambah juga orang yang minum.

Sangat lengkap.

Mungkin saja—Al-Bulan bisa ditaklukkan bila ia dalam kondisi seperti ini.

Bagaimanapun itu caranya.

Apapun itu senjatanya.

Kapanpun waktunya.

Pastinya ia punya sisi lengah.

Semua orang punya sisi lengah.

Bahkan Melati dan Eira pun, juga memilikinya.

Mereka itu masih manusia.

Mereka semua.

Hanya dirikulah saja yang bukan.

Sebuah keajaiban—kalau bisa dibilang.

Sebuah kutukan juga—kalau mau dikatakan.

Yang jelas, aku dan mereka adalah sesuatu yang berbeda.

Bukan seperti air dan minyak.

Sesuatu yang jauh lebih berbeda.

Saking berbedanya, mereka tak bisa merasakan kehadiranku.

Aku bak setan.

Kalau dipikir lagi—justru tidak bisa dibilang setan.

Setan masih bisa dirasa oleh orang-orang yang peka.

Setidaknya—begitu kasusnya.

Tapi yang jelas, keberadaanku tak bisa dirasa.

Dan Raja Tsabit tak merasakannya.

Ia tak bisa merasa aku yang duduk di depannya, dengan botol arak itu yang baru saja diteguknya hingga kosong-melompong.

Botolnya tak bisa dibilang kecil pula, ukurannya lebih dari satu jengkalku. 

Aku balik botol itu atas bawah—dan Raja Tsabit masih belum menyadari sama sekali.

Ia hanya duduk di kursinya, dengan pandangan yang sudah mulai berkunang-kunang, tak bisa lagi fokus.

Andaikan saja ia sadar, pastinya ia akan segera takut dan menjerit, karena melihat botol minumnya itu terbalik di udara tanpa sebuah meja yang menopangnya, tapi aku yakin ia sedang melihat sesuatu yang lebih abstrak.

Tapi, tak apa, bolehlah aku mencoba.

Aku berkata, “Bagaimana perasaanmu?”

“hHhe?” sang raja melantur, “kau itukah, Luna?” tanyanya.

Aku lanjutkan, mengulang pertanyaan yang sama, “Bagaimana perasaanmu?”

Entah mengapa.

Entah bagaimana.

Mata sang raja mulai berkaca.

“Aku,” sang raja menyebutkan dirinya, “aku sedang dilanda rasa sedih, Luna.”

Mulutnya terbuka, dan dengan nada yang mulai pecah dan putus asa ia berbicara. 

“Rex Maximillian datang, dan ia mengatakan bahwa Rias sedang diincar oleh orang-orang yang memiliki sihir hitam,” mulai sang raja dengan sebotol minum lainnya di tangan, “dia bilang bahwa Rias akan diserang, dan Al-Bulan akan jatuh.”

Minuman itu diteguknya sekali, dan dia memulai berbicara lagi.

“Tentu saja aku pesimis, mulai dari kedatangannya itu yang tanpa pemberitahuan, abnormal sekali. Apa alasan yang ia miliki untuk melakukan hal itu, dan bukankah semestinya ia di Deus, menjaga kerajaan yang sebegitu besarnya itu? Dan ia tiba-tiba datang mengatakan bahwa ada orang-orang yang menginginkan Rias, dan darinya, kerajaan ini akan jatuh. Pertama, aku menganggap bahwa ia sedang bergurau, mana mungkin sihir hitam itu masih ada, karena, dari ucapannya dia sendiri, orang itu mengatakan bahwa sihir hitam sudah tak ada lagi di hari Raja Setan itu mati, dan sekarang ia datang ke sini, mengatakan bahwa hal yang dihilangkan olehnya, yang sudah dimusnahkan sampai ke akarnya itu, masih ada, dan sekarang aku dan juga keluargaku semua yang menjadi targetnya. Sungguh tidak kompeten.”

Tidak sungguh-sungguh, Raja Tsabit mengangkat botol di tangan kanannya.

Tidak komitmen, tangan kanannya turun, dan bergantian dengan tangan kirinya.

Tidak becus! Tidak benar! Dusta! Sumpah Raja Tsabit sembari menukar kedua tangannya itu naik turun beberapa kali, yang diikuti dengan tiap celaan yang keluar dari mulutnya.

Penipu! Pengkhianat! Ia tak jauh berbeda dengan Raja Setan! Ia memang setan! Setan yang berasal dari neraka! Ia datang ke sini hanya untuk menaklukkan Al-Bulan! Aku tahu itu! Itu sudah pasti! Pasti ia membawa beribu tentara dengannya dan bersiap untuk menyerang di saat aku sedang lengah! Sudah pasti itu! Halus saja itu mulutnya berbicara demi keamanan Al-Bulan! Ia mengatakan itu karena ia menginginkan Al-Bulan! Ia serigala! Serigala berbulu domba! Bukan! Seekor serigala akan masih terlihat taringnya! Ia bukan serigala! Ia lebih buruk dari itu! Ia setan berkulit malaikat! Niatnya sudah hitam seperti gelapnya rimba Arkian! Hatinya itu segelap rimba Arkian! Lebih baik ia mati di rubrum nocte itu! Ia lebih buruk daripada Raja Setan! 

Lanjut-lanjut-lanjut, Raja Tsabit mengutarkan segala hal buruk yang dilihat dari sisinya saja mengenai Rex Maximillian.

Aku pun penasaran dengan hal lain, apakah segelap itu Rex Maximillian?

Bukankah ia pelindung para rakyat?

Lihat selengkapnya