Tricultro.
Semua percakapan yang dimulai dengan Tricultro pastinya akan berlanjut dengan sang pemiliknya, satu dari sekian jenderal setan yang bernama Napoleon. Seorang jenderal setan yang diberikan kekuasaan atas tanah Gaul, seseorang yang memiliki kesenangan tak terhadap wanita, melainkan terhadap jenis yang lainnya. Banyak yang memperkirakan bahwa Napoleon sendiri bukanlah seorang pria, melainkan seorang wanita, tapi banyak yang membantah opini itu karena rahasia umum lain yang berkata bahwa semua jenderal setan adalah pria, sehingga tak ada yang tahu pasti siapakah Napoleon itu sendiri. Karenanya, tak banyak pendapat yang bertukar pikiran mengenainya, hanya beberapa orang saja, masih ada jenderal setan lainnya yang jauh lebih terkenal dibandingkan Napoleon.
Namun, meskipun terlihat seperti itu, Napoleon tak bisa diremehkan, tak bisa jenderal setan—meskipun mereka yang paling tak terkenal—diremehkan, karena mereka semua berhasil mengalahkan daerah jajahan pemberian Raja Setan seorang diri. Setelah menaklukkan setengah dari Reol, Raja Setan memberikan jenderal-jenderalnya itu tanah, meskipun daerah tersebut belum tentu mau menundukkan diri, salah satunya ialah Gaul, yang masih memilih untuk melawan.
Dahulu kala, tepatnya sehari setelah penaklukkan setengah Reol, Raja Setan memberikan Napoleon daerah Gaul kepada dirinya, dan diperintahkan kepadanya untuk segera menuju ke sana. Tanpa menghabiskan banyak waktu, Napoleon bergerak, meskipun jarak yang tak bisa dibilang pendek, hanya dibutuhkan satu hari untuknya sampai di Gaul, dimana ia ditolak secara mentah-mentah oleh para penghuninya.
Dikisahkan, oleh para tetua yang masih hidup di sana sampai saat ini, bahwa ada pahlawan desa yang bernama Marie, yang memimpin perlawanan terhadap kedatangan Napoleon, di malam setelah mereka berseteru, tepatnya dua hari setelah kedatangan Napoleon, tak ada satu orang pun yang dapat menemukan Marie, ia menghilang bersamanya dengan cahaya bulan.
Tentunya dengan hilangnya sang pahlawan, para pejuang lainnya menolak untuk mengangkat pedangnya, tapi orang-orang Gaul jauh lebih bersemangat, di tengah hari ditambah dengan rasa putus asa tinggi, para tetua lainnya memilih untuk mundur, berhubung dengan hilangnya sang pemimpin.
Keluar dari tempat mereka berbincang, mereka didapati melihat para pejuang lainnya sudah tumbang. Darah menggenang dan kepala bergelinding, sebuah pembantaian telah terjadi di saat mereka tengah berbicara dan tak ada yang merasakan hal sebesar ini telah terjadi di bawah hidung mereka.
Seluruh prajurit lainnya telah mati, hanya tersisa para tetua-tetua tadi yang tengah berbicara. Tak disadari oleh mereka juga, bahwa satu dari mereka ternyata bukanlah mereka, bagaimana caranya Napoleon telah menipu mereka semua dan menghabiskan semua dari mereka sebelum mereka sadar.
Dan kembali dari medan pertempuran, Napoleon membawa semua kepala mereka yang melawan, mulai dari prajurit kecil hingga para tetua di atas gerobak besar, dimana ia hanya meminta satu hal kepada penduduknya, menyerah atau mereka akan berakhir di atas gerobak seperti mereka. Mau tak mau, terdesak, takut akan kematian, mereka semua mengalah, dan memilih untuk melayani Napoleon sebagai penguasa.
Begitulah caranya Napoleon menaklukkan Gaul.
Semua dihabiskan begitu cepatnya.
Begitu tak tersangkanya.
Begitu sunyinya.
Dilakukan oleh seorang yang bengis dan mengerikan.
Dengan sebuah senjata yang mampu membunuh tiga beruang dalam sekejap mata.
Kini, senjata itulah yang digunakan oleh Putri Al-Bulan dalam penyerangannya terhadap kerajaannya sendiri.
“Begitulah, keadaan yang terjadi sekarang, Paduka,” ucap Melati, mengakhiri penjelasannya.
“Mmm…” Maximillian mengusap dagunya dengan mata tertutup lalu terbuka, “Baiklah, terima kasih, Melati, tapi aku rasa tak begitu penting bila kau menceritakan tentang Napoleon dan Tricultronya.”
Tertawa kecil Melati, “Hamba rasa adanya perlu agar kita mengingat senjata yang sedang dipegang oleh orang yang akan kita hadapi, Paduka. Bisa saja jiwa dari Napoleon masuk ke dalam senjatanya, dan ia merasuki Putri Al-Bulan.”
“Andaikan saja itu tidak benar, Melati, jiwa seseorang tak bisa dimasukkan ke dalam benda, atau kau ingin bertemu dengannya sekali lagi? Mungkin sebuah reuni?”
“Mungkin Jeanne akan senang, tapi ia sedang tak mau berbicara dengan kita.”