Fwish~~fwish~~
Ombak kian melambat selagi mereka menyentuh bibir tanah.
Pijakan pasir dan kepiting berhamburan menyambut kaki mereka bertiga, sekali lagi mereka dipertemukan dengan pantai terpencil, belum lama sebelumnya mereka mendarat di tempat yang serupa tapi tak sama. Kini, tak ada orang yang menunggu di balik semak maupun pohon-pohon tinggi.
Jangkar yang turun, layar yang diikat kembali, dua orang turun dari geladak menuju pasir, seorang berzirah putih berdiri menyambut mereka berdua.
“Semuanya aman, Paduka,” sebut sang ksatria dengan senjatanya yang tak kalah indah, ialah tak lain Melati, yang sudah berada di tempat pendaratan jauh sebelum kapal mereka mendarat.
Ia melompat dari kejauhan, berdiri di atas ujung tiang layar dan meluncur lurus menuju pantai yang mereka pilih untuk mendarat, dengan cara yang hanya bisa dipastikan sebagai memecah hukum fisika dan logika, senjatanya yang bernama Parasuh Vidya itu dilemparnya sebelum ia meloncat, lalu badannya, seakan ia sebuah pesan yang diikat di sebuah panah, ikut mengudara dengannya, memotong langit dan angin. Di tengah jalannya, ketika tombak itu mulai kehilangan daya dorongnya, Melati memutar dirinya, dari bagian bawah, tangan menggantung di tombak itu, menjadi ke bagian atas di mana ia berdiri di atas tombak. Dengan sebuah lompatan lain, ia terjun maju lebih dahulu dan lebih tinggi, lalu masuk ke dalam hutan yang awalnya diduga tak berhuni. Di saat tombaknya itu jatuh menghantam pasir pantai adalah saat yang sama ketika ia terjun payung tanpa parasut menuju lantai daun.
Mungkin beberapa dari kita akan berpikir, bagaimana Melati akan melindungi dirinya bila senjatanya berada di pantai sedang ia di dalam hutan, bagaimana nasibnya bila ia bertemu dengan macan atau badak, tapi kupikir kalian akan lebih mempertanyakan bagaimana ia bisa melakukan itu semua, mulai dari tombaknya yang tak terpengaruh oleh momentum dan gaya yang diberikan oleh Melati sendiri. Semestinya tombak itu jatuh bukan ketika Melati melompat dari atasnya, tapi nyatanya itu tak terjadi, seakan Parasuh Vidya adalah sebuah panah, dan Melati hanya serangga kecil yang menempel kepadanya.
Namun itu hanyalah hal yang sangat normal, bahkan bukan hal ajaib lainnya yang bisa Melati lakukan, tapi penjelasan bahwa ia adalah prajurit Rosanguis kupikir cukup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penasaran.
“Bagus, kita langsung berangkat sekarang,” perintah Maximillian, “Melati, kau ambil depan, aku akan di paling belakang,” matanya tertuju kepada Melati, lalu memandang satu prajurit berzirah lainnya, “Kau di tengah Eira.”
“Aku sudah bisa,” bantahnya, “Kau di tengah.”
“Baiklah,” ia mengalah, tak ingin bertarung, “kalau begitu aku akan di tengah.”
Satu barisan berisi tiga orang.
Seorang bertombak di bagian di depan, seorang berambut hitam dan berjubah di tengah, dan seorang berzirah putih di belakang, namun tanpa senjatanya.