Nur duduk di meja kerjanya yang berserakan dengan catatan dan foto-foto, cahaya lampu meja menyoroti konsentrasinya yang mendalam. Dia menelusuri laporan demi laporan, surat demi surat, mencoba memadukan cerita-cerita yang dia kumpulkan. Malam telah berubah menjadi teman setianya, saat dia berupaya memecahkan misteri yang menyelimuti Pesantren Al-Hikmah.
Dalam keheningan malam, dia membaca kembali surat-surat yang ditukar antara Hamzah dan Imran, mencatat detail-detail yang sebelumnya mungkin terlewatkan. Dia terhanyut dalam narasi mereka, merasakan kedalaman persahabatan, keputusasaan, dan ketakutan yang terjalin dalam kata-kata mereka. Setiap baris tampaknya berbisik rahasia lama yang belum terungkap, mendorong Nur untuk menyelami lebih dalam.
Dengan catatan-catatan yang tersebar di depannya, Nur merenungkan setiap insiden misterius yang tercatat di pesantren. Dia membandingkan tanggal, lokasi, dan kesaksian, mencari pola atau inkonsistensi. Saat dia menyusun informasi, sebuah gambaran mulai terbentuk—bukan gambaran tentang hantu atau roh yang gentayangan, tetapi tentang seseorang yang nyata, dengan emosi dan motif yang nyata.
Dorongan untuk memverifikasi teorinya membawanya keluar ke malam yang sepi. Dengan langkah hati-hati dan lampu senter sebagai pemandu, Nur mengunjungi lokasi-lokasi kunci di pesantren. Hatinya berdegup kencang, bukan karena takut akan roh gentayangan, tapi karena antisipasi mengungkap kebenaran yang telah lama tersembunyi.
Di asrama, dia memperhatikan kembali bekas seretan yang ditemukannya sebelumnya. Dengan pemeriksaan yang lebih teliti, dia menyadari bahwa bekas-bekas ini mengarah ke sebuah panel di dinding yang tampaknya tidak terganggu selama bertahun-tahun. Dengan napas yang tertahan, Nur mendorong panel tersebut, yang dengan sedikit upaya, tergeser untuk mengungkapkan ruang rahasia di baliknya.
Hati Nur berdebar saat dia mengarahkan lampu senter ke dalam. Ruangan itu, meskipun sempit, dipenuhi dengan berbagai benda yang tampaknya disimpan dengan tujuan tertentu. Pakaian lama yang tergantung di sisi, buku-buku yang ditumpuk rapi, dan foto-foto yang menempel di dinding, semua berbicara tentang kehidupan yang tersembunyi, nyaris terlupakan.