Setelah hari-hari menyelidiki dan mengumpulkan bukti, Nur berdiri di depan pintu kantor Pak Surya, hatinya dipenuhi dengan kegugupan dan keteguhan. Di sisi kanannya, Rizal berdiri sebagai pendukung, wajahnya mencerminkan ketegangan yang sama. Mereka berdua tahu bahwa konfrontasi ini mungkin akan mengungkap lebih dari sekadar kebenaran; itu mungkin juga akan membuka luka-luka lama dan emosi yang tertekan.
Nur mengetuk pintu dengan tenang. Suara dari dalam mengundang mereka masuk. Mereka berdua memasuki ruangan, menemukan Pak Surya duduk di balik mejanya, dikelilingi oleh buku dan kertas kerja. Wajahnya, yang biasanya tenang dan terkontrol, hari ini tampak tegang dan waspada.
"Pak Surya," Nur memulai, suaranya mantap, "kami di sini untuk membicarakan beberapa hal penting yang menyangkut pesantren dan masa depannya."
Pak Surya menatap Nur dan Rizal, matanya menyempit. "Apa ini tentang kejadian-kejadian aneh yang terus diomongkan orang? Saya harap ini bukan pemborosan waktu saya."
Nur mengambil napas dalam, mempertahankan ketenangannya. "Ini lebih dari itu, Pak. Kami telah melakukan penyelidikan menyeluruh dan menemukan beberapa informasi yang menunjukkan bahwa konflik di pesantren mungkin memiliki akar yang lebih dalam daripada yang kita sadari."
Rizal, berdiri di samping Nur, menambahkan, "Kami tidak ingin menuduh tanpa dasar, Pak Surya, tetapi bukti yang kami kumpulkan menunjukkan bahwa Anda mungkin memiliki informasi lebih tentang apa yang sebenarnya terjadi di sini."