
Meeting hari itu telah usai. Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul lima sore. Para karyawan ke luar dari ruang meeting dengan wajah letih. Tak terkecuali Kusuma, selaku pimpinan baru dari perusahaan yang didirikan oleh mendiang ayahnya.
"Aoww!" Kusuma mengaduh cukup keras. Pinggangnya terasa begitu sakit saat dia baru saja beranjak dari kursi.
"Ati-ati, Pak! Bapak sakit?" Si asisten dengan sigap menahan tubuh pimpinannya yang terhuyung. Jika dia tidak sigap, Kusuma pasti bisa terjatuh.
"Tidak. Aku ...." Kusuma yang awalnya menggeleng, seketika terdiam. Lelaki berumur empatpuluh tahunan itu tiba-tiba teringat akan sesuatu.
Ya. Mimpi itu!
Mimpi mengerikan yang muncul secara tiba-tiba sudah beberapa malam ini. Tanpa sebab maupun sebuah keterkaitan dengan apapun. Anehnya, mimpi itu terasa begitu nyata.
Termasuk saat sesosok perempuan berwajah mengerikan dan berpakaian kolosal menusuk perutnya. Mimpinya memang telah usai. Namun, bekas tusukan itu terasa begitu nyata bersarang di tubuhnya. Sakit bukan kepalang, tapi tanpa jejak yang bisa dilihat.
"Ada apa, Pak? Mau saya ambilkan obat?" tanya si asisten yang melihat Kusuma malah membisu.
Kusuma masih terdiam. Kembali terbayang akan sosok seram dan beringas itu. Yang seperti begitu ingin menghabisinya. Saat letih begini, tidak ada yang diinginkan lelaki itu selain beristirahat dengan tenang. Sayang, dia meragukan akan bisa tidur nyenyak nanti malam. Mendadak dia jadi takut tidur.
"Pak!"
Kusuma terkesiap. "Ya? Oh, tidak perlu. Aku tidak apa-apa. Lebih baik kamu pulang saja. Ini sudah terlampau sore," dustanya.
"Apa bapak bermimpi?"
Kusuma yang berusaha keras menyingkirkan pikiran buruk akan mimpi itu, sontak langsung mencelos. "Maksudmu?" tanyanya.
Si asisten menggeleng ringan. "Pak Indra juga sering bertingkah sama seperti bapak sebelum sakit dan koma."
Kusuma berusaha mencerna perkataan tersebut. Memang sebelum ini yang memimpin perusahaan milik mendiang ayahnya ialah Indra, abangnya. Tapi setelah si kakak sakit dan jatuh koma, dialah yang menggantikan. Meskipun berkecimpung di dunia bisnis seperti ini bukanlah keinginannya.
"Apa abangku pernah menceritakan mimpinya?" tanya Kusuma kemudian.
Si Asisten beralih mengangguk. "Pak Indra mengalami hal-hal aneh sejak bersiteru dengan Amerta Grup," terangnya.
"Amerta grup?" gumam Kusuma dengan kening mengernyit.
"Saya dengar langsung dari Pak Indra, kalau sedari dulu antara perusahaan ini dengan perusahaan Amerta memang selalu terlibat persaingan sengit. Tapi, belum pernah terjadi hal-hal di luar nalar. Kecuali setelah Pak Indra mengolok-olok Nyai Ajeng," terang si Asisten.