Manny kecil tak pernah kehilangan mimpi-mimpinya, meski keluarganya sangat miskin. Seandainya kemiskinan adalah penyakit maka keluarga si Manny kecil sedang mengalami penyakit tingkat kronis. Pula, jika kelaparan adalah virus maka makanan adalah vaksinnya.
Bocah kecil berumur tujuh tahun itu tidak mengerti kenapa anak-anak seumurannya harus ikut bekerja, sementara anak-anak lain yang seumurannya bisa bebas bermain dan sekolah. Manny kecil sudah harus bekerja membantu seorang nelayan tua di desanya, ia diupah dengan pembagian hasil tangkapan.
Setelah mendapatkan bagian upah miliknya, maka Manny kecil akan menyisihkan dua ekor ikan untuk dimakan keluarganya hari itu. Lalu, sisa ikannya akan ia jual lima puluh peso untuk tiap ekornya.
Manny kecil yang selalu kekurangan makanan dan harus terus berbagi dengan adiknya memiliki mimpi sederhana, sebuah mimpi yang biasa-biasa saja untuk orang sepertinya. Ia ingin mengabdikan dirinya di jalan Tuhan, ia akan jadi pendeta .
Tuhan tidak pernah mengecewakannya sekeras apapun kehidupan menghantam dirinya, itulah yang terus diimani Manny Pacquiao kecil. Hal itulah yang ingin membuatnya untuk mengabdikan diri di jalan Tuhan.
***
"Kau layak untuk bertarung di ring", hal itulah yang terus terngiang di kepala Langit. Sebuah kalimat yang membuat dada Langit bergetar dan bulu kuduknya meremang.
" Apakah aku layak?"
"Seberapa pantas dan sanggupkah aku di dalam ring?" Benak Langit mengawang dalam rangkaian pertanyaan.
"Langit... Tolong bawakan karung beras yang sudah mama bersihkan ke toko" Pinta mama.
Langit yang sedari tadi melamun, pun segera tersadar. "Iya mah, aku cuci muka dulu sebentar" Balas Langit.
Langit bangkit dari tempat duduknya dan sedikit meregangkan badannya, ia rasakan gemeretak tiap centi tulang di tubuhnya. Setelah badannya menjadi lebih segar, ia langkahkan kakinya menuju keran di dapur, ia nyalakan keran tersebut dan segera ia basuhkan air yang ia tampung di kedua telapak tangan ke wajahnya.
Air yang membasahi wajah Langit membuat tubuhnya menjadi lebih segar lagi, dengan segera karung beras yang berat itu dipanggul oleh Langit. Tubuh Langit sudah bertransformasi, beberapa waktu yang lalu hanya untuk mengangkut sekarung beras seperti ini ia harus bersusah payah. Kini Langit dengan enteng saja mengangkat karung beras itu ke bahunya.
Langkah Langit terasa ringan, tiap kaki yang ditapakkannya terasa kokoh menancap ke tanah. Petinju hebat selalu memiliki kaki yang kuat, itulah yang secara tak sengaja di dengar oleh Langit ketika berlatih di Sasana Kasih ibu. Saat itu Langit secara tak sengaja melihat salah satu anggota senior di sasana tersebut diteriaki head coach Tinju, senior tersebut terpilih untuk mewakili kota kami di kejurda Tinju.