Brian meremas kertas di tangannya, lelaki itu terlihat begitu kesal. Bagaimana tidak, kalau mereka tak kunjung menemukan pelaku yang diduga terlibat dengan kematian Erica, adiknya itu.
"Apakah begitu sulit untuk menangkap pelakunya, hah?!" Mata Brian menyipit saat tatapannya beradu pandang dengan Zen, kawan lamanya itu.
"Karena pelakunya tidak terlihat jelas, Brian. Selain itu ... Erica ... bukankah dia memiliki hubungan dengan beberapa lelaki?"
"Maksudmu, Erica mengandung dari banyak pria? Begitu?" Brian terlihat marah saat mengatakan itu. Ditatapnya Zen dengan mata membesar.
"Bukan begitu, tapi menemukan pelakunya memang tidak mudah. Mungkinkah Erica pernah menceritakan sesuatu padamu, Brian?"
Brian menggeleng kesal, lelaki itu menghantam dinding dengan tinjunya.
"Kurasa dia tidak ingin membuatmu cemas, Brian," tukas Zen yang tahu benar bagaimana perasaan Brian di sana.
"Aku gagal menjadi kakak yang baik, Zen. Aku bahkan tidak tahu kalau Erica mengandung. Aku benar-benar tidak berguna!" sesal Brian.
Brian kembali menatap Zen, mata sendunya tiba-tiba berubah tajam. Lelaki itu berjalan menghampiri Zen yang duduk di belakang meja kerjanya itu.
"Tapi aku mencurigai seseorang," ucap Brian memelankan suaranya.
Zen menegakkan tubuhnya, begitu ingin tahu isi kepala lelaki itu. "Siapa?"
"Thanos."
Zen menautkan kedua alisnya, heran dengan nama yang baru saja disebut Brian itu.
"Maksudmu, Thanos pewaris tunggal De Aluna Company?" Zen mengatakan itu dengan nada tak percaya dan Brian mengangguk membenarkan.
"Tapi, mana mungkin?" kata Zen lagi.
"Erica pernah mengatakan kepadaku kalau dia dekat dengan Thanos, hanya saja aku tidak terlalu tahu sejauh apa hubungan mereka. Erica hanya mengatakan hubungan itu sebatas klien semata. Dan, sepertinya dia adalah orang terakhir yang bersama Erica," jelas Brian mengingat saat itu.