Sekali lagi Yumi mendesah gelisah. Upacara setiap hari senin selalu menjemukan baginya. Sekali pun Yumi adalah anak paskibra yang menjunjung tinggi rasa cinta pada bangsa dan negara, tetapi ada kalanya dia berharap bisa menghilang dari barisan dan duduk manis di kantin sambil minum jus alpukat kesukaannya.
Bukan tentang pengibaran benderanya yang membuat Yumi jemu. Kalau itu sih, Yumi bahkan hatam bolak-balik jadi trio pengibar bendera. Hal yang membuat Yumi gelisah sejak tadi adalah kakinya sudah hampir kesemutan karena berdiri, tetapi pidato petuah panjang dengan kalimat juga intonasi yang sama khas Waka Pendidikan, Pak Suherman tidak kunjung selesai. Murid yang berdiri di barisan paling depan hanya bisa menggerutu pelan, sedangkan murid di barisan paling belakang diam-diam duduk di undakan tangga rendah di tepi lapangan. Sedangkan Yumi yang berada di tengah barisan hanya bisa berdiri pasrah sambil bergerak gelisah.
“Bapak rasa sekian dulu. Sekarang mari perkenalkan ketua dan wakil ketua OSIS kita yang baru. Danovan Rahendra dan Vanodion Renaldy Putra.”
Yumi nyaris bersorak begitu Pak Suherman menutup pidatonya pagi ini. Meskipun Yumi tidak begitu tertarik mendengar visi misi dari ketua dan wakil ketua OSIS yang baru, tetapi setidaknya kali ini wajah kedua cowok itu bisa sedikit menghilangkan rasa jemunya. Bahkan pesona kedua cowok itu mampu membungkam mulut para siswi yang sejak tadi mengeluhkan teriknya matahari pagi di bulan Juli ini. Semuanya kini sibuk mengagumi kedua cowok keren di hadapan mereka tanpa memedulikan apa yang sedang keduanya bicarakan untuk memajukan sekolah.
Tidak termasuk Yumi loh, ya! Yang Yumi pikirkan justru kapan upacara ini selesai dan dia bisa masuk ke dalam kelas secepatnya. Karena dia baru ingat kalau binder kesayanganya tertinggal di sekolah kemarin.
Begitu komandan upacara selesai meneriakkan aba-aba untuk membubarkan peserta upacara, Yumi langsung melesat ke dalam kelas yang berada di seberang lapangan. Yumi langsung menunduk memeriksa kolong meja dengan saksama begitu masuk ke dalam kelas. Tadi pagi dia tidak sempat memeriksanya karena datang terlambat. Namun nihil, kolong mejanya kosong.
Yumi duduk lemas di kursinya, mencoba berpikir di mana dia meletakkan binder itu kemarin. Bahkan suara riuh teman-teman sekelasnya yang memberikan selamat pada Vano pun diabaikan begitu saja. Matanya sibuk mencari di antara kerumunan yang berdiri di depan pintu kelas. Begitu melihat Hera, Yumi langsung melangkah cepat ke arahnya dan menarik Hera menyingkir untuk menanyakan keberadaan binder kesayangannya itu. Karena biasanya Hera yang sering meminjam binder tersebut.
“Sumpe deh, kemaren gue nggak minjem binder lu. Lu lupa kali nyimpennya!” kata Hera sambil mengacungkan jari tengah dan telunjuknya membentuk huruf V.
“Binder lu kebawa sama gue, Mi!” Yumi menoleh dan melongo bagai orang bodoh begitu suara Vano memenuhi indera pendengarannya. Sedangkan cowok itu lewat di samping Yumi dengan senyum tipis terukir di wajahnya.
Kenapa bisa ada sama dia?
“Serius? Yang bener?” Yumi segera mengejar Vano yang berjalan ke bangkunya. Berusaha memastikan kalau yang dikatakannya adalah benar dan Vano pun menjawab dengan sebuah anggukan singkat. “Ah ... akhirnya ketemu juga! Kalo hilang kan bahaya. Terus sekarang mana binder gue?” kata Yumi lagi sembari menengadahkan kedua telapak tangannya di depan dada.
“Ada di tas gue,” jawab Vano singkat.
“Mana ... mana?”
“Nanti aja, ya. Gue masih mau baca.” Yumi kembali melongo heran, hendak protes, tetapi cowok itu keburu keluar kelas menuju ruang guru karena ada beberapa hal yang harus diurusnya bersama sang ketua OSIS.
Ah, tuh cowok kenapa sih?
Bahkan sampai bel istirahat berbunyi pun Vano belum sempat mengembalikan binder milik Yumi. Baru saja Yumi hendak memanggil Vano untuk meminta bindernya, cowok itu sudah melesat pergi lagi ke ruang Waka Kesiswaan. Membuat Yumi kembali uring-uringan tidak jelas.
Akhirnya Yumi memilih mengerjakan PR yang belum diselesaikan dengan meminjam buku PR Hera dan menyalin bagian yang tidak dia mengerti. Terlalu fokus hingga tak menyadari kalau Vano sudah duduk di sampingnya.
“Lagi ngapain lu, Mi?” tanya Vano basa-basi.