Sang Rembulan dari Ujung Pandang

Blue Sky
Chapter #7

Lautan Api La Tanete

Suara ledakan hebat menggetarkan Negeri Cina. Api berkobar membumihanguskan sebagian pemukiman di Negeri Cina. Orang-orang berteriak meminta pertolongan. Teriakannya bahkan sangat menyakitkan bagi Kenala. Api kian merambat lebih jauh, nyalanya begitu cepat apalagi dengan pemukiman yang berbahan dasar kayu. Rumah-rumah kecil hangus tiada sisa. Kenala tiada tega melihatnya. Air mata mulai jatuh ke pipinya.

Apa yang terjadi? Mengapa Negeri Cina menjadi lautan api? Netra Kenala berusaha keras menggerilya pemukiman-pemukiman warga dari balkon kamarnya. Di depan Istana La Tanete, suara riuh juga gemuruh menyentak Kenala.

Ia masih ingat betul bahwa Negeri Cina baik-baik saja dan ia ingat Istana La Tanete damai sejahtera. Namun, mengapa kondisinya berubah 180 derajat?

Suara pedang yang berbenturan mengalihkan perhatian Kenala. Prajurit La Tanete sedang bertempur melawan prajurit asing di dalam istana. Banyak prajurit La Tanete gugur. Bukan hanya prajurit La Tanete, tetapi para warga pun turut gugur di medan perang. Darah bersimbah dan mayat tergeletak di mana-mana. Negeri Cina bukan hanya menjadi lautan api, tetapi juga menjadi lautan darah. Satu-satunya yang tersisa kokoh hanyalah Istana La Tanete juga kamarnya.

“Kenapa semua ini terjadi? Kenapa?” Kenala berteriak histeris. Bulir bening tiada henti jatuh dari pelupuknya yang penuh itu.

Kenala dengar teriakan dari dasar istana. Netranya menangkap keberadaan Raja Cina yang berhadapan dengan Sawerigading. Keterkejutan menghinggapi dada Kenala, terlebih lagi dipandanginya pria yang sudah ia tolak lamarannya itu tengah menghunuskan pedang di leher Raja Cina.

"Apa yang dia lakukan?" Kenala memicingkan mata, kemarahan dan kebencian menghinggapi hatinya. Ia masih berusaha mencerna apa yang terjadi di Negeri Cina.

“Sawerigading tidak mungkin melakukan hal seperti ini bukan?” Kenala berusaha menyangkal apa yang dilihatnya itu. Ia berharap segala yang dilihatnya hanyalah mimpi semata. Apakah karena penolakan yang ia lakukan terhadap Sawerigading membuat pria itu mengamuk hingga memerangi La Tanete juga Negeri Cina?

“Jika kau ingin mengakhiri pertempuran ini, katakan kepada I We Cudai agar dia menerima lamaranku.” Suara pekikan keras menyentak Kenala. Untuk kali pertamanya, Kenala mendapati Sawerigading yang berbicara begitu nyalang.

Bersamaan dengan itu, suara ledakan kuat tiba di depan istana. Kenala memekik ketakutan. Didapatinya seluruh prajurit Istana La Tanete gugur. Pasukan Sawerigading berhasil melumpuhkan La Tanete setelah membumihanguskan sebagian Negeri Cina.

"Hentikan! Aku mohon hentikan semua ini!" Kenala berteriak kuat-kuat. Namun tiada seorang pun yang mendengarnya. Ia hanya mendengar suara pekikan rakyat yang meminta pertolongan. Suara api yang menghanguskan kayu-kayu juga rumpai-rumpai kering.

Kenala terisak. Ia terduduk rapuh di tepi balkon dan netranya menangkap seorang perempuan ayu duduk bersandar di kursi berseberangan dengannya.

"I-I We Cudai?" Kenala terkejut bukan main. Ia melihat Putri Cina, I We Cudai secara langsung. Rasa bingung menyapu kepalanya. Di manakah ia berada sekarang? Mengapa ia dapat melihat I We Cudai dan Negeri La Tanete yang bersimbah darah juga api?

Kenala mmeriksa dirinya sendiri. Ia berulang kali memegang lengan dan tangannya. Ia masih dapat merasakan tangannya dengan baik. Apa sebenarnya dia bermimpi? Kenala terus bertanya-tanya akan hal itu.

Derap kaki memecah fokus Kenala. Seorang perempuan paruh baya tiba di balkon. Linangan air mata nya tiada kira. “Putriku! Putriku!” Suara paraunya menyapa indera pendengaran Kenala, lalu dilihatnya perempuan paruh baya itu bersimpuh di hadapan I We Cudai.

“Ibunda mohon terima lamaran Sawerigading, Putriku. Jangan biarkan dia merusak Negeri kita lebih jauh,” pungkas perempuan paruh baya itu sembari terisak.

I We Cudai masih terdiam. Perempuan itu tak menimpali sedikitpun dan tatapannya masih kosong. Kenala tahu betul bagaimana terpukulnya I We Cudai atas semua hal yang terjadi. I We Cudai dihadapkan pilihan yang berat, antara Negeri Cina yang diambang kehancuran akibat perbuatan Sawerigading ataukah I We Cudai memilih menerima lamaran Sawerigading.

‘Inikah alasanmu membuatku kembali ke masa lalu, Cudai? Apakah aku harus mengubah alur kisah?’ batin Kenala perih.

“Putriku, dengarkan ibundamu! Kau adalah satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan negeri ini, Nak. Apakah kau tega melihat rakyat La Tanete terluka semakin banyak?” Perempuan paruh baya itu kembali membujuk I We Cudai.

"Kenapa harus aku, Bu? Kenapa bukan orang lain saja?" I We Cudai akhirnya membuka suara dan tatapan kosong masih jelas di netranya.

Seorang Putri Raja selalu dihadapkan pilihan berat. Menyelamatkan negeri dan rakyatnya ataukah memilih mengedepankan egonya. Sialannya adalah seorang Putri Raja selalu gagal mengedepankan egonya dan selalu mengepankan kemaslahatan rakyat.

"Karena kamu yang diinginkan Sawerigading, Putriku. Dia melamarmu." Ratu Cina sedikit menekan ucapannya.

Lihat selengkapnya