Selama sehari semalam akhirnya Sawerigading menuntaskan janjinya untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi di sebagaian Negeri Cina dan Istana La Tanete. Orang-orang yang telah tewas itu kembali dihidupkan lagi dengan kesaktian miliknya. Tiada lama setelah itu, pernikahan Sawerigading dan I We Cudai akhirnya digelar. Bukan perayaan mewah, hanya pernikahan sederhana dan itu adalah permintaan I We Cudai.
Langkah panjang Sawerigading menyibak kamar temaram. Tiada lampu yang dihidupkan, hanya beberapa lilin yang dinyalakan di sudut-sudut kamar. Netranya menangkap keberadaan palang-palang yang seolah menghadangnya untuk tiba di atas ranjang. Helaian tirai-tirai besar pun seperti menjadi menghalang.
Sawerigading terdiam lama. Benaknya dirundung tanya hebat. Apakah I We Cudai belum menerimanya? Tetapi mengapa? Ia sudah penuhi syarat yang dilayangkan I We Cudai bukankah harusnya perempuan itu menerimanya? Sawerigading mundur sejenak, ia berniat untuk meninggalkan ruangan temaram itu. Namun, langkah dan hatinya tiada selaras. Ia memilih melenggang ke dalam kamar.
Angin berembus membuka palang-palang juga tirai yang menghalanginya menuju kamar I We Cudai. Lalu dengan bantuan kunang-kunang, Sawerigading akhirnya tiba di kamar yang temaram. Ia dapati perempuan yang sudah jadi istrinya itu tengah meringkuk. I We Cudai telah terlelap, mungkin kelelahan setelah acara pernikahan.
Sawerigading tiada berniat membangunkan I We Cudai. Ia memilih tidur di sisi I We Cudai tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun. Suasana cukup hening dan Sawerigading merasa gelisah. perihal palang-palang juga tirai besar yang memang sengaja digunakan untuk menghalanginya tiba di kamar. Selama kegelisahannya itu pun, Sawerigading tiada bisa menutup matanya dengan tenang.
Keesokan harinya, Sawerigading lebih dahulu terbangun dari tidurnya. Ia dapati I We Cudai masih lelap. Ia benarkan selimut yang tak menutupi tubuh I We Cudai itu. Tak ingin udara dingin menusuk kulit I We Cudai dan membangunkannya.
Cahaya surya belum bersemburat dan belum menyelinap ke sela-sela jendela. Sawerigading memutuskan beranjak dari kamar tersebut. Ia memutuskan meninggalkan istana dan menuju ke Dunia Atas untuk bertemu dengan saudara kembarnya, We Tenriabeng. Ia ingin meminta petunjuk darinya.
Tak ingin sekali jarak terbangun antara ia dan I We Cudai, apalagi setelah ia berusaha mati-matian untuk mendapatkan perempuan yang dicintainya itu.
Setibanya di Dunia Atas, bertemulah ia dengan saudara kembarnya, We Tenriabeng. Sawerigading jelaskan segala kegelisahannya perihal I We Cudai yang tak kunjung luluh kepadanya itu dan betapa terkejutnya ia ketika We Tenriabeng memintanya menikah lagi.
“Apakah aku tidak salah dengar, We Tenriabeng? Aku harus menikah lagi?”
“Iya, Bang. Ini satu-satunya cara agar I We Cudai dapat menerima Abang. Abang harus menikahi wanita dengan keturunan lebih rendah untuk melunakkan hati We Cudai,” jelas We Tenriabeng.