I Laurang selalu terbayang-bayang dengan cerita ibunya perihal raja yang memiliki tujuh orang putri yang jelita. Ia ingin menikah dengan salah seorang putri raja itu. Ia lantas meminta kepada orang tuanya untuk melamar salah seorang putri raja itu untuknya. Namun sang ibu selalu mengatakan tidak. I Laurang sudah ribuan kali mendengar penolakan dari sang ibu.
“Apa salahnya menikahi seorang Putri Raja, Bu?”
Perempuan paruh baya yang disebut ibu itu berdecak. “Tidak ada yang salah, Laurang. Tetapi coba lihat diri kamu, dengan wujudmu seperti ini tidak ada putri raja yang mau menerimamu,” pungkas Sang Ibu.
I Laurang menatap dirinya. Ia bukanlah seperti manusia padaumumnya, melainkan ia lahir dengan kondisi seperti udang yang terbungkus dengan cangkang tipis.
“Jika Putri Raja adalah seseorang yang berhati baik, dia tidak akan melihatku dari fisik, Bu. Dia akan menerimaku apa adanya,” ujar I Laurang.
Sang Ibu terdiam sempurna usai mendengar penuturan I Laurang. Lalu dari balik tirai pintu seorang pria paruh baya menghampiri keduanya.
“Apa yang dikatakan I Laurang benar, istriku. Jika Putri Raja memiliki sifat yang baik, dia akan menerima putra kita.”
“Tapi, Bang…”
“Tidak apa-apa, kita coba saja.”
Alhasil setelah pembicaraan panjang tersebut, orang tua I Laurang memutuskan untuk melamar salah satu putri dari ketujuh putri raja yang terletak di seberang desa. Meski sedikit malu-malu juga resah, kedua orang tua I Laurang itu memberanikan diri sepenuhnya.
Setibanya di kerajaan, orang tua I Laurang disambut dengan sangat baik. Orang tua Laurang pun dijamu sebelum akhirnya mengutarakan kedatangannya ke kerajaan tersebut.
“Jadi, ada apakah gerangan kedatangan kalian ke istanaku?”
Sepersekian detik, orang tua Laurang terdiam sampai akhirnya ayah I Laurang mengutarakan niatnya. “Kedatangan kami ke sini untuk melamar salah satu dari ketujuh Putri Baginda, Raja.”
“Oh benarkah? Aku senang mendengarnya. Aku akan meminta Dayang istana untuk memanggilkan putri-putriku.” Raja amat sumringah dengan kabar yang dibawa oleh orang tua I Laurang tersebut.
“Tetapi, Putra kami memiliki kekurangan Baginda.”
Raja mengerutkan keningnya. Pria yang sudah menginjak paruh baya itu terlihat bertanya-tanya dengan penuturan ayah I Laurang.