Dahulu kala, ada dua orang sahabat karib yang bernama I Makkuraga dan I Mattola. Ia Makkuraga meminta sang istri untuk memanggil sahabat baiknya itu. Ia ingin memberi pekerjaan kepada I Mattola untuk menangkap ikan di laut.
Ia Mattola setuju dan sebuah perahu, jala, pukat, pancing, dan segala perlengkapan yang diperlukuan disiapkan. Sebelum berlayar, I Mattola dan I Makkuraga membuat sebuah perjanjian. “Jika semua ikan yang ditangkap memiliki ekor lurus, nantinya akan menjadi kepunyaan I Mattola dan jika semua ikan yang ditangkap ekornya bercabang dua adalah kepunyaan I Makkuraga.”
“Jadi bagaimana? Apakah kamu setuju?” I Makkuraga bertanya kepada sahabat karibnya itu.
“Aku setuju.”
I Mattola pun setuju dan keduanya telah setuju dengan pernjanjian itu. Tiada pikir panjang, akhirnya I Makkuraga menyerahkan perlengkapan nelayan kepada I Mattola dan I Mattola membawa pulang perlengkapan tersebut ke rumahnya.
Selang beberapa hari usai I Mattola membawa perlengkapan nelayan itu. Akhirnya ia dan sang istri memutuskan untuk bertanya kepada Tuan Kadi, ihwal hari baik untuk permulaan turun ke laut. Hari baik pun telah ditunjukan oleh Tuan Kadi dan acara salamatan sekaligus doa dipanjatkan untuk membawa keberkahan sebelum berlayar ke laut. Usai pembacaan doa dan upacara selamatan, perahu diturunkan ke laut.
I Mattola melakukan pelayarannya, mencari ikan di lautan lepas. Ia mendayung perahunya dengan gembira dan penuh semangat. Tiada ia sangka bahwa angin laut dan keberuntungan membawanya pada tempat yang rupanya banyak ikan.
I Mattola amat puas ketika mendapat banyak ikan. Ia akhirnya kembali ke rumah dan membawa ikan yang ia dapatkan itu. Sesampainya di rumah, dipanggillah I Makkuraga untuk membagi ikan hasil tangkapannya sesuai dengan perjajian mereka berdua.
I Makkuraga mencari ikan berekor dua sedangkan I Mattola mencari ikan yang berekor satu. Sayangnya, tiada satupun ikan yang berekor satu dan itu artinya seluruh ikan adalah kepunyaan I Makkuraga.
Wajah sedih I Mattola tercetak jelas. Seluruh jerih payahnya tiada membuahkan hasil untuk hasil laut pertamanya. Bukan hanya sekali, dua kali I Mattola tiada merasakan hasil jerih payahnya. Padahal ia selalu membawa hasil tangkapan dalam jumlah yang banyak, tetapi lagi-lagi tiada ikan ekor satu.
I Mattola tiada menyerah. Ia dan istrinya masih tetap sabar dan melapangkan hati. Tiada cekcok pun dengan I Makkuraga karena semuanya sesuai dengan perjanjian yang telah keduanya sepakati.
Suatu hari, I Mattola mendapatkan ikan berekor satu yang teramat besar dan I Makkuraga tak terima dengan hal itu.
“Ikan besar ini harus kita bagi karena semua perlatan berlayar adalah dariku,” begitulah kata I Makkuraga.
I Mattola terkejut dengan hal itu. Ia sebenarnya enggan membagi ikan besar tersebut. Namun, karena seluruh perlengkapan melaut adalah milik I Makkuraga, alhasil ia pun memberikan ikan besar itu kepada I Makkuraga. I Makkuraga membagi ikan besar tersebut dan sayangnya I Mattola hanya mendapatkan sepotong saja.