"I We Cudai!" Sawerigading berteriak lantang. Pria itu berusaha meraih tangan I We Cudai, sedangkan badai lautan hampir meluluhlantakkan kapal wangkang.
Ketakutan mulai menggerilya hati I We Cudai. Ia merasa akan mati di tengah lautan lepas apalagi ia tak bisa berenang. Ia bahkan bisa merasakan dinginnya air laut yang menusuk kulitnya. Hujan pun kian deras dan gemuruh petir tiada henti. Sayup-sayup ia dengar pekikan suaminya, Sawerigading.
Netranya yang sudah basah dengan air mata itu perlahan mendapati Sawerigading yang berenang ke arahnya. Pria yang gagah itu menyibak lautan berombak demi dia.
"Sawerigading... Sawerigading." Ia berujar begitu lirih, tiada tenaga untuk memanggil pria itu dengan lantang.
"Nala! Kenala? Kenala, kamu bisa mendengarku?" Suara tak asing menyapa indera pendengaran Kenala. Netranya yang terpejam itu pelan-pelan dibukanya. Bayangan wajah Sawerigading muncul di hadapannya.
"Sa-Sawerigading?" Kenala sangat lirih berucap. Wajahnya masih kuyu dan lemas.
"Sawerigading, aku takut." Kenala kembali berujar dengan lemah.
"Kenala kamu baik-baik saja? Ini aku, Arjuna." Arjuna sedikit menekan ucapannya.
Netra Kenala melebar sempurna usai mendengar suara Arjuna menyapu gendang telinganya. Ia beringsut, menyandarkan diri di ranjang. Pelipis Kenala penuh dengan keringat dan debaran kuat menghinggapi dadanya.
Kenala juga memijit pelipisnya. Ia kembali tepiskan mimpinya itu. Ia berusaha memenuhi kesadarannya. Kenala ingat betul bahwa terakhir kali sakit kepala ia rasakan dan akhirnya ia pingsan. Lalu ia kembali terjebak dalam mimpi yang tiada pernah ia duga. Mimpi di mana ia dan Sawerigading hampir mati karena badai di lautan.
"Ma-Maafkan aku, Kak." Kenala akhirnya membuka suara sembari memijit pelipisnya.
Arjuna manggut-manggut. Pria itu duduk di tepi ranjang usai mengambil sebuah kursi kayu. Satu genggaman hangat menutup dinginnya tangan Kenala. "Dokter pribadiku tadi sudah memeriksamu, katanya kamu hanya kelelahan. Jangan terlalu memaksakan dirimu, Kenala!" pungkas Arjuna dengan penuh perhatian.
"Kalau tugasnya memang banyak, dikerjakan sedikit demi sedikit saja," imbuh Arjuna.
Kenala menimpali dengan anggukan. Ia biarkan Arjuna masih menggenggam tangannya.
"Aku akan ambilkan makan malam, setelah itu kamu minum vitamin." Arjuna bangkit dari duduknya dan melengganglah ia ke tepi pintu.
"Tidak perlu repot-repot, Kak. Aku bisa makan di kos." Kenala menimpali dengan cepat menghentikan langkah Arjuna.
"Untuk malam ini tidak." Arjuna berujar dengan penuh penekanan. "Jangan membuatku khawatir, Nala! Menginap saja di sini untuk malam ini, besok baru kembalilah ke kos." Arjuna beranjak dari kamar meninggalkan Kenala di kamar Arjuna.