Arjuna tak jemu mondar-mandir di kamarnya. Ia sibuk menatap ponsel, berulang kali ia periksa seolah menunggu sesuatu. Namun, tiada sedikitpun yang bisa membuat kegelisahannya itu pudar. Nama Kenala terus berputar di benaknya. Kenapa Kenala tak membalas pesannya? Kenapa Kenala tak mengangkat teleponnya? Kenala Kenala memblokir semua media sosial Arjuna? Lalu di mana Kenala berada? Tiada kabar sedikitpun tentang Kenala. Kenala bak raib di telan bumi, hilang dari pandangannya.
Arjuna mengusak surai legamnya frustasi. Berulang kali pun ia juga berusaha berbicara dengan I We Cimpau, perempuan itu juga selalu menghindarinya. Padahal hanya I We Cimpau yang bisa ia dapatkan kabar perihal Kenala.
"Akhh! Kenapa seperti ini?" Ajuna menggerutu kesal.
Ia masih ingat ketika I We Cimpau mendatanginya dan mengutarakan isi hatinya, hingga ia melupakan Kenala yang mestinya ia jemput. Waktu itu harusnya menjadi hari bahagia bagi ia dan Kenala. Harusnya ia bisa menghabiskan sisa hari bersama Kenala. Harusnya waktu itu bisa menjadi kencan pertama dan paling indah untuknya dan Kenala. Namun semuanya sirna sebelum dimulai.
Sejak hari itu juga, ia mengatakan permintaan maafnya kepada Kenala. Ia menyesal karena tak bisa menepati janjinya. Namun, Kenala tak membalas pesan yang ia kirimkan dan memilih menutup semua akses media sosialnya.
Arjuna merasa luluhlantak sekarang. Ia harus minta bantuan kepada siapa? Ia harus mencari Kenala ke mana? Sudah tiga hari ia tak bertemu dengan Kenala, tak berbicara dengan Kenala, dan tak melihat perempuan yang ia cinta.
Arjuna bahkan sudah mengitari kedai kopi yang bisa Kenala datangi, tetapi tiada ia temui Kenala di sana. Ia juga menyempatkan datang ke kampus, tetapi tak juga ia temui Kenala. 'Di mana kamu, Nala? Apakah kamu tidak rindu kepadaku? Aku merindukanmu hampir setengah gila.' Arjuna kembali mengusak surai legamnya.
Pandangannya tertuju lagi pada ponsel yang tak menampilkan sedikitpun pesan dari Kenala. Arjuna terdiam. Benaknya penuh dengan tanya. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Bagaimana ia mencari Kenala?
Getar ponsel menyentak Arjuna. "Kenala?" Satu pertanyaan yang muncul di benaknya. Ia berpikir yang meneleponnya adalah Kenala, rupanya bukan. Arjuna menghela napasnya, nama Yudha tertera di layar ponselnya.
"Hallo, Yudh! Ada apa?" Suara Arjuna teramat tak berselera mengangkat telepon dari Yudha.
["Dingin banget seperti es batu. Yang bahagia sedikit, dong!"] Yudha mengeluh kesal. ["Kamu itu baru berpacaran dengan Kenala, jadi yang sumringah sedikit. Nanti Kenala kabur baru tahu rasa kamu."] Yudha kembali menambahkan.
Arjuna berdecak. "Sudah kabur dia. Aku tidak tahu di mana keberadaan Kenala sekarang. Sudah tiga hari aku tidak bertemu dia."
["Ha? Kok bisa?"] Yudha tampak terkejut di seberang sana. Padahal kabar bahagia baru didapatkan dari Arjuna.
"Panjang ceritanya. Aku akan ceritakan nanti ketika bertemu. Sekarang katakan kenapa kamu meneleponku?"
["Baiklah-baiklah. Temanku yang Penyiar radio butuh bantuan, Jun. Dia butuh dua sampai tiga puisi yang bisa dibacakan di radio atau kamu juga bisa membacakannya secara langsung di tempat. Masalah bayaran, bisa dibicarakan dengan dia. Bagaimana kamu mau tidak? Ya, hitung-hitung kamu bisa mencari Kenala juga lewat puisimu itu."]
Manik Arjuna melebar. Apa yang Yudha utarakan ada benarnya. Ya, setidaknya ia memiliki harapan untuk mencari Kenala dengan puisi-puisi yang ia berikan kepada Penyiar radio itu.
"Aku ambil tawarannya. Berikan nomor temanmu, aku akan berbicara dengannya dan aku sendiri yang akan membacakan tiga puisiku," putus Arjuna semangat.
["Nah, begitu dong! Ini baru temanku yang membara-bara semangatnya. Okey, sudah dulu ya! Setelah ini aku kirim nomor temanku. Semangat mencari pujaan hatinya, Bung Juna!"] Tawa renyah Yudha lantas mengiringi, barulah telepon ditutup sepihak oleh Arjuna.