Rembulan sedang indah-indahnya meski bentuknya sabit. Rembulan sedang ditemani bintang-bintang yang tiada henti berkelip-kelip dan kenala menyukainya. Ia suka ketika memandangi langit malam tiada jemu dan ia akan semakin bahagia ketika seseorang yang dicintainya ada di sisinya.
Kenala menatap ponsel yang masih ia letakan di atas meja, tak jauh dari balkon kamar kosnya yang ada di lantai atas. Apakah saat ini waktunya menghubungi Arjuna? Jujur saja rindu Kenala begitu menggebu dan sama sekali tak bisa ditahan lagi.
Kenala melenggang ke kursi. Ia sambar ponselnya. Mulanya ia maju mundur untuk membuka semua akses pada media sosial Arjuna. Namun, akhirnya ia putuskan untuk membukanya.
Kali pertama ia membuka semua akses media sosial Arjuna. Seluruh pesan Arjuna masuk begitu saja dan ia tak menduga jika Arjuna mengirim pesan setiap hari kepadaya. Arjuna bahkan meneleponnya setiap waktu. Rindu, Arjuna selalu mengulang kata itu. Ia tahu betul bahwa Arjuna merindukannya dan ia pun sama.
Hanya selang beberapa detik Kenala usai membuka akses media sosial Arjuna, pria itu meneleponnya. Kenala sedikit ragu untuk menjawab. Namun sekali lagi ia beranikan dirinya untuk mendengar suara pria yang sangat ia rindukan itu.
"Hallo?" Kenala membuka suara, sedikit ragu.
Arjuna yang ada di seberang sana terdengar begitu sumringah. [" Akhirnya."] Arjuna menghela napas lega. Suara pria itu begitu berat. ["Aku merindukanmu, Nala. Sangat-sangat merindukanmu,"] tambahnya. [Maafkan aku, Kenala. Maafkan aku, Rembulanku. Maafkan aku,"] Arjuna lalu mengulang kata maaf beruntun.
Kenala menggeleng lirih meski Arjuna tak melihatnya dan tangis Kenala sama sekali tak bisa dibendung lagi. "Kamu sama sekali tidak salah, Kak. Aku yang salah. Aku pergi tanpa pamit dan membuatmu bertanya-tanya. Maafkan aku."
["Jangan salahkan dirimu, Kenala! Aku mohon. Settiyabonga sudah mengatakan segalanya dan aku akan lebih baik menjagamu. Aku akan pastikan kamu tidak mendapatkan hal buruk ke depannya."]
Lagi-lagi Settiyabonga. Pria itu sudah banyak melakukan hal baik kepadanya dan ia benar-benar beruntung. Ribuan kata terima kasih sama sekali tak bisa menambal semua hal baik yang sudah pria itu lakukan.
["Settiyabonga mengatakan bahwa kamu butuh waktu untuk sendiri. Lalu apakah sekarang aku bisa menemuimu, Rembulanku?"]
Kenala tak menimpali dan ia memilih melihat jam yang ada di ponselnya. Jam baru menunjukan pukul 20:00 malam. "Boleh. Ada sebuah kedai kopi kecil di dekat kosku yang baru. Kita bertemu di sana. Bagaimana?"
["Tentu. Kirimkan alamatnya, aku akan segera bergegas."]