Arjuna mengemudikan mobilnya sedikit terburu-buru. Wajahnya sumringah dan ia sama sekali tak sabar bertemu dengan Kenala. Ia amat rindu dengan perempuan yang dicintainya itu. Kenala tak di sisinya semenit saja rasanya seperti sewindu. Apalagi kini tiga hari lebih Kenala tak di sisinya, rasanya sudah berwindu-windu tak bertemu.
Arjuna menatap satu dua tangkai bunga yang ia petik dari taman kecilnya. Dua bunga mawar merah yang ia petik tentulah berbeda dengan bunga mawar merah yang diberikan Sawerigading kepada I We Cudai di mimpinya. Tentu yang diberikan Sawerigading lebih banyak ketimbang yang ia akan berikan kepada Kenala. Namun, Arjuna juga berikan satu gulungan yang ia tulis dengan sepenuh hati.
Mobil yang dikemudikan Arjuna melaju, menembus jalanan Yogyakarta, yang sedikit tak ramai apalagi bukan hari weekend. Arjuna kian mempercepat laju kendaraannya. Sialnya ketika berada di lampu merah, ia tak bisa menghentikan mobilnya itu. Arjuna berulang kali mengerem mobilnya, tetapi usahanya gagal.
Dari jarak yang amat jauh, ia dapati banyak mobil yang berada di depannya dan tak mungkin ia menabrakan mobilnya itu dengan mobil-mobil yang berjajar di depannya ketika lampu merah tiba.
"Astaga, apakah harus seperti ini?" Arjuna bergumam resah. Pikirannya kalut. Debar jantungnya juga semakin meningkat, ketakutan menggerayainya. Haruskah ia berakhir seperti ini? Apakah ia akan mati? Tangan Arjuna kian basah dan rasa tidak tenang menyerbunya. Ia dapati kendaraan kian berlalu lalang dan terhenti tak jauh dari depan mobilnya yang tak bisa ia kendalikan itu. Ia putuskan, membanting setirnya ke arah sungai dan mobil yang tak bisa Arjuna kendalikan itu lepas landas.
Semuanya berakhir. Arjuna tak dapati cahaya terang masuk ke netranya. Ia juga bisa merasakan tubuhnya yang remuk redam. "Aku mencintaimu, Kenala." Batinnya jauh berbisik teruntuk perempuan yang ia cinta dan tak dapat ia temui.
***
Kenala berlari ke rumah sakit dengan air mata yang tak bisa dibendungnya. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Kenala tak henti menitihkan air matanya dan itu membuat Settiyabonga risau. Ia telah berusaha menenangkan Kenala, namun kata-kata penenang hanya lewat dan tiada sedikitpun menetap.
Beberapa saat itu, Settiyabonga telah peringatkan Arjuna untuk tidak mengendarai mobil malam hari. Ia juga peringatkan kepada Arjuna untuk memeriksa mobilnya. Tetapi pria itu agaknya tak mendengar. Settiyabonga terlahir kembali dengan sebuah kemampuan khusus yang bisa melihat masa depan, maka dari itulah ia dapat melihat apa yang akan terjadi kepada Arjuna. Sayangnya nasi telah menjadi bubur. Kini Arjuna terbaring di ruang ICU. Pria itu tak sadarkan diri dan dinyatakan kritis.
"Kak Juna? Apakah dia akan baik-baik saja, Settiya?" Kenala masih tak henti menitihkan air matanya dan tubuhnya kian lemah. Hampir ia terjatuh pada lantai dingin di rumah sakit.
Settiyabonga membawa Kenala ke dalam dekapannya. Ia usap pelan surai legam Kenala memberikan perempuan itu kenyamanan. "Percayalah! Semuanya akan baik-baik saja, Nala. Aku akan pastikan itu," pungkas Settiyabonga.