Gugusan awan putih tampak menempel bebukitan di bawah Bukit Hargo Dumilah Patuk Gunung Kidul. Sambil menatap suasana kota Jogjakarta yang terhampar di bawahnya Bayu dengan tajam menatap jalanan lurus. Jalan menuju Jogja.kalau diikuti akan melewati berbah Sleman. Padahal sebelumnya Piyungan adalah wilayahnya Bantul beda kabupaten. Naik sedikit menuju Patuk akan masuk wilayah Gunung Kidul. Kata dosen seninya dulu, Bukit ini banyak pepohonan rindang. Tempat seniman menggelar kanvas, memainkan kuas dan melukiskan suasana Jogja dari atas bukit. Sekarang bukit ini kebanyakan didirikan restoran dan tempat selfie.lebih terkenal dengan nama bukit Bintang.
Namun meskipun harus melukis di tempat wisata Selfie Bayu cuek saja melukis kanvasnya seukuran 50 x 70 cm. Bayu kerepotan kalau membawa kanvas besar. Ukuran kanvas yang ia bawa saja sudah cukup besar. Ia picingkan mata melihat pemandangan di depannya dengan cahaya redup. Ia ingin melihat titik pusat perhatian.
Namun ketika ia tengah membidik obyek lukisan tiba tiba muncul dua orang perempuan menghalangi pandangannya. Ia malah asyik selfie, sambil tertawa keras- keras. Setelah itu yang satu menghadap ke arah bawah lalu berteriak keras.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaa!”
“Heiiii, wong edan, bocah gemblung. Minggir jangan di situ.!” Bayu tampak kesal dengan kelakuan dua gadis remaja itu.
“Mbak, seperti ada suara setan tapi kok nggak kelihatan ya.”
“Uasuok, hajinguk…pancen gemblung tenan… dasar gila orang muda tidak sopan babar blass!”
“Sepertinya ada suara angin atau bersuara tapi tidak jelas. Dengar tidak mbak Sinta…?”
Saking marahnya Bayu langsung mendatangi dua gadis itu.
“He kamu dua orang, cah ayu…. Kamu sadar nggak menghalangi pandanganku. Muatamu lihat sini, apa yang sedang aku lakukan !”
“Oh, saya yang ditanya...?”
“La Iya kamu memangnya mun…?!
Belum sempat menyelesaikan kata- katanya tiba- tiba:
“Plakkkk!!”
Pipi Bayu panas oleh tamparan gadis berambut panjang sebahu itu.
Bayu kaget dan tangannya otomatis mau diangkat untuk membalas tamparan gadis itu. Tapi dia tiba – tiba kaget. Kanvasnya jatuh menimpa palet dibawahnya.
“Aduuh, rusak nih lukisan saya?”
Sementara Bayu sibuk merapikan kanvas dan tube cat yang berceceran dari paletnya Dua gadis itu ngeloyor pergi.
“Heei berhenti, Bocah gemblung, kalian gadis gadis manja dan sok kecentilan, ganti kanvasku.”
Dari kejauhan terdengar sautan “masa bodo”
“Wow tak sumpahi jodohmu nanti seniman. Tahu rasa kamu!”
Sambil ngomel Bayu membenahi kanvasnya tidak jadi melukis. Moodnya sudah hilang maka percuma melukis kalau mood sudah hilang lebih baik pulang dan meneruskan pekerjaan lainnya di studionya di sekitar pojok Beteng Kulon, jalan arah menuju Wates.
Sekilas bayang bayang gadis yang bernama Sinta itu terekam dalam pikiran Bayu. Rambut sebahu, muka lonjong, bibir tipis dengan lekukan sempurna di bawah hidung. Kulitnya kuning langsat. Ia seperti teringat dengan model – model dari pelukis Basuki Abdullah. Kok Mirip ya. Tapi muka Bayu langsung cemberut mengingat kelakuan dua gadis tersebut.
“Cantik – cantik kelakuan minus. Kalau cantik tapi gemblung siapa yang mau?” Begitu Bayu terus mengomel sampai tempat parkir. Ia masih kesal sebab gara gara perempuan bernama Sinta dan temannya itu ia tidak jadi melukis. Padahal hari sedang cerah dan langit biru dan anginnya terasa segar.