Aku mendengar suara ketukan pintu beberapa kali. Aku berjalan menuju pintu depan karena kurasa dari situlah suara ketukan itu berasal.
“Sebentar,” ucapku saat mendengar ketukan ketiga kalinya.
“Siap—“ aku tidak menyelesaikan kataku karena dia datang.
Bukan Awi—Hantu yang baru kuketahui namanya—juga bukan Alska, dan tentu saja bukan Nia tetapi, dia.
Kenyma Tegariyanto.
Siapakah dia? Kalian akan segera mengetahui jawabannya.
“Hai, Key.” Ucapnya dan kurasa, mulai sekarang aku tidak suka lagi dengan panggilan itu.
“Kenapa?” Walau sebenarnya dia adalah manusia terbrengsek yang pernah kutemui, bukan berarti aku harus terus-terusan menghindarinya.
Tetapi jujur, aku tidak siap. Haruskah aku mengusirnya?
“Cuma mau ketemu aja.” Ucapnya, aku melihatnya dari atas sampai bawah. seragam putih abu-abu lengkap dengan dasi dan tas sekolah.
“Lo pernah bilang ‘kan, ‘mau fokus sama sekolah karena bunda lo yang minta.’ Dan lo bolos sekarang?” tanyaku skeptis.
Aku tidak pernah menggunakan gue-lo kecuali dengannya dan orang-orang yang terbiasa menggunakan gue-lo daripada aku-kamu.
“Jamkos, izin pulang buat ngambil barang—“
“Dan malah ke rumah ini cuma buat liat gue? Tau aturan paling krusial di hari Senin?” selaku.
“Wajib ikut upacara?” tanyanya linglung.
“Dilarang telat.” Jawabku tegas.
Dia menghembuskan nafas, ”Oke, gue tau gue telat. Please sekali aja Key, lo percaya gue.”
“Setelah lo buang gue? Karena gua kotor, dan berdosa? Lo tau, lo bener, temen-temen yang lain bener. Gue udah nggak suci. So, lebih baik lo pergi secepatnya karena lo dateng ke salah satu tempat kotor. Dan orang-orang nggak suka ‘kotor’.” Tanpa memberinya kesempatan untuk berbicara, aku menutup pintuku dan menguncinya.
Dia sudah seperti orang terkutuk yang seharusnya kujauhi.
“Siapa, Mara?” Alska baru saja keluar dari dapur. Itu terlihat dari celemek yang masih terpasang di badannya.
“Bukan siapa-siapa.” Jawabku tak tertarik.
“Oh, oke. Ngomong-ngomong kapan kamu panggil guru itu lagi?”
Homeschooling. Aku masih duduk di bangku SMA sebenarnya, tetapi karena kejadian itu, aku harus pindah ke rumah ini, dan Nenekku memintaku untuk melakukan homeschooling. Semuanya demi kebaikanku.
Namun, tidak ada tanda-tanda aku akan membaik dari keterpurukan itu.