Sanguine

Zsaruma
Chapter #14

#14 Bintang

“Oke, jadi alat ini buat wipe kaca, kalo kaca depan kamu gerakkin ke sini, terus kalo hujannya sedang kamu teken ke bawah… kaya gini.” Aku memperhatikan Alska menggunakan tombol dekat dengan stir bagian sebelah kiri, dan voilà kaca bagian depan terlihat lebih bersih dan jernih.

Hari ini Alska memaksaku untuk belajar menyetir mobil secara manual, katanya supaya aku bisa membawa Nia dalam keadaan darurat ke rumah sakit. Aku berharap Nia akan selalu baik-baik saja dalam waktu dekat karena aku tidak percaya akan bisa menyetir dengan baik dalam waktu dekat.

“Oke, aku udah ngenalin semua tombol-tombolnya. Sekarang kamu perhatiin aku nyetir mobil ini.” Ucapnya lagi dan aku mengangguk.

“Pertama, yang udah aku kasih tau, injak koplingnya dulu… terus pindahin giginya ke nomor satu. Oke?”

“Oke.” Ucapku.

“Nah, abis itu kamu bisa lihat? Mobilnya udah jalan sendiri, pelan. Abis itu baru deh, kamu lepas koplingnya pelan-pelan, terus injak pedal gas dikit aja. Jangan injak pedal gas kalo kamu belum lepas koplingnya, atau kamu masih injak kuat-kuat koplingnya. Paham?”

“Paham.” Balasku.

“Oke, sekarang kamu bisa lihat sendiri mobilnya udah jalan, sekarang aku mau belok nih. Kalo belokannya sembilan puluh derajat, lebih baik kamu nggak injak gas, gantinya, kamu injak kopling terus pindahin giginya ke nomor dua. Kayak gini.”

Aku terus memperhatikan apa yang Alska ajarkan. Kulihat mobilnya berbelok selagi ia memutar setirnya.

“Kaya gitu, terus kalo kamu mau berhenti… cukup injak rem, terus injak koplingnya juga, pindahin giginya ke netral. Kaya gini… nah, mobilnya udah berhenti. Kamu mau coba?” tawar Alska.

“Boleh.” Segera saja aku keluar dari kursi penumpang depan, berputar, dan masuk ke dalam kursi pengemudi. Alska sudah duduk di kursi yang kutempati sebelumnya. Aku memasang sabuk pengaman terlebih dahulu, seperti yang dia ajarkan sebelum memulai menyetir.

“Oke, ini tombol buat sein, cara nyalainnya kaya gini. Bener?” tanyaku memastikan.

“Bener, lanjut.” Ucap Alska.

“Ini tombol buat wiper, kalo kaca depan geser ke garis ini terus kalo hujannya ringan turunin satu kali ke bawah. Kalo hujannya sedang turunin satu lagi, dan ini otomatis. Kalo mau satu kali ngebersihin cukup gunain tombol. Apa aku udah benar?” tanyaku lagi.

“Kamu bakal jadi supir dalam beberapa hari.” Puji Alska sebagai balasannya.

“Thanks, aku nyalain mesinnya dan coba jalanin, ya?” ucapku. Dan mulai menginjak kopling terlebih dahulu, baru memindahkan giginya ke nomor satu.

“Oke Mara, kamu jangan injak pedal gas barengan.” Ucap Alska sambil sedikit menahan napasnya.

Mendengar suara panik Alska aku jadi ingin menjahilinya, aku menginjak pedal gas dan…

“MARA!!!” aku tertawa karena ternyata mobilnya sedikit naik ke atas dan Alska berteriak memekakkan telinga. Dia memukul-mukul lengan atasku dengan keras dan tawaku ikut semakin keras.

Kakiku masih menginjak pedal rem dan kopling, giginya sudah kupindahkan ke posisi netral.

Aku menatap Awi melalui kaca depan, di sana Awi juga tertawa keras, saat kulihat Alska wajahnya masih shock.

“Itu nggak lucu, bahaya tau!” kesalnya.

“Oke, oke. Hahaha… tapi muka kamu lucu banget.” Aku berusaha meredakan tawaku dan kembali fokus belajar menyetir.

Aku belajar menjalankan mobil dengan kecepatan ringan hingga sedang, lalu memarkirkan mobil, membelok, dan masih banyak yang belum ku pelajari karena langit sudah mulai senja.

Alska mengantarku ke rumah tetapi dia tidak ikut pulang. Karena dia sudah janji untuk makan malam bersama… Bay.

Sepertinya dia akan menjadi pacar pertama Alska, dan aku tidak ingin membahas kisah percintaan mereka karena aku tidak pernah terlibat di dalamnya.

“Sepertinya… malam ini bakal banyak bintang. Sebaiknya kita naik atap nanti.” Ucap Awi, aku melihatnya menatap langit senja.

“Kok bisa tahu?” tanyaku sedikit keheranan. Padahal tidak ada bulan juga yang terlihat, kenapa dia bisa mengetahui itu hanya dengan melihat langit senja?

“Kan udah dibilang, aku bintang.” Jawabnya meledek.

Lihat selengkapnya