Sanjarana

.
Chapter #6

6. Dinding Kubah Gaib dan Kota Misterius

Orang misterius yang memperhatikanku dengan cara mengendap-endap itu jelas tidak sembarangan melarikan diri. Ia telah membawaku ke tempat ini. Membiarkanku mengetahui jawaban atas pertanyaan yang bersarang di kepalaku sejak pagi tadi.

Kini, aku mengerti bahwa ada hal-hal yang sifatnya kasat mata di dunia ini. Sejak kecil aku memang telah hidup di pedalaman, menyatu dengan alam. Aki Engkus memperkenalkan aku bagaimana cara hidup dengan memanfaatkan alam begitu saja, tanpa banyak alat modern atau teknologi canggih yang kami gunakan.

Namun, selama itu aku tidak benar-benar peka dengan sisi lain dari alam. Sisi lain yang memiliki kekuatan kasat mata. Sejak dulu, ketika aku berhadapan langsung dengan alam, bahkan seorang diri di tengah rimbunnya hutan, derasnya aliran sungai, kerasnya terpaan angin, hujan dan badai, bahkan suasana sesepi dan segelap malam, aku tak sekali pun merasakan persinggungan dengan kekuatan alam yang tak kasat mata seperti ini.

Aki mengajarkan aku bermalam sendirian di tengah hutan, bagaimana mengenal perilaku hewan-hewan buas, membela diri dari serangan mereka, berteduh di bawah pohon-pohon besar dengan lingkar kayu-kayu tua yang besar, bahkan tiga orang yang berpegangan tangan pun masih belum bisa memeluk lingkar kayu pohon itu.

Aki mengajarkan aku memilah dan memilih macam-macam tanaman yang bisa dipanen buah dan bagian tubuhnya, juga menanam anakan-anakannya di tanah yang kosong.

Semua aktivitas itu benar-benar terjadi di alam terbuka ini. Aku sama sekali tidak berpikiran akan ada makhluk lain yang hidup berdampingan di sini. Segala sesuatunya yang terjadi selalu ada sebab akibat yang kembali kepada aktivitas alami tumbuh-tumbuhan dan hewan, tidak ada sebab lain.

Lalu, sampailah aku pada fase Aki mengajak aku bersosialisasi dengan manusia lainnya, kelompok, ya, manusia-manusia yang tinggal berkelompok dalam jumlah besar. Dari mereka aku bisa mendapatkan pertukaran informasi-informasi. Mereka membicarakan makhluk gaib yang menyeramkan, jahat, yang selalu ada di tempat-tempat tertentu.

Ada kuntilanak yang sering berada di dahan-dahan pohon untuk menakut-nakuti manusia yang melewati pohon tersebut. Ada raksasa berbulu yang hidup di batang-batang pohon bertekstur kasar atau berakar gantung, yang katanya mereka cabul dan suka mengincar perempuan-perempuan muda. Ada hantu pocong yang tinggal di batang-batang tanaman pisang, juga ada bola api terbang yang suka membuat celaka. Masih banyak cerita makhluk-makhluk gaib lainnya.

Sebelum ini, tepatnya sebelum aku didatangi ruh buaya raksasa di dalam mimpiku beberapa hari yang lalu, aku tidak benar-benar menemukan kehadiran makhluk-makhluk yang orang-orang ceritakan itu. Ketika dahan bergoyang di malam hari disertai suara tawa cekikikan, aku hanya dapat menemukan kehadiran beberapa jenis musang sebagai pelakunya, bukan kuntilanak.

Namun, ada pula api terbang yang berlalu lalang pada malam hari. Aku pernah melihatnya dari kejauhan. Tapi ketika aku mendekatinya, hal itu tidak lebih dari sebuah dampak dari aktivitas pembukaan lahan dengan cara membakar. Beberapa peladang yang menjadi pelakunya, bukan bola api gaib, melainkan percikan api yang terbawa angin, ia melompat jauh lalu membakar dahan lainnya. Percikan dan lompatan yang terjadi ketika api mengenai jenis getah kayu tertentu.

Lalu, semakin beranjak besar, Aki dengan rutinitas yang itu-itu saja, membawaku untuk memanen dan menanam tumbuhan, juga memburu hewan yang menyerang kami, maka jenis-jenis yang diperkenalkan Aki kepadaku semakin beragam. Macam-macamnya semakin aneh-aneh kurasa.

Ada tumbuhan dengan buah seperti ginseng tapi berbentuk tubuh manusia dalam ukuran setelapak tangan. Ada pula buah-buah beri yang menjadi makanan hewan-hewan seperti capung dengan tubuh berbentuk manusia-manusia mungil, serta jenis-jenis tumbuhan dan hewan aneh lainnya.

Lihat selengkapnya