Santana

Rosa Linda
Chapter #5

Kepergian Santana

Kubuka payung berwarna merah muda. Saat pulang sekolah, hujan begitu lebat. Aku memandang langit yang begitu muram, garis senyum kulukiskan di wajahku. 


“Ayah, pasti bangga melihat ini,” gumamku pelan.


Aku menyusuri jalan besar menuju rumah. Hujan yang semakin lebat membuat sepatu dan kaos kakiku basah. Sesampai di rumah. Aku segera mencuci kaos kaki, menjemurnya di tali. Setelah itu, kuletakkan sepatu di belakang kulkas.


Rumah terasa sepi. Di teras depan rumah, sempat kulihat motor Ayah. Kuletakkan surat yang tadi kudapat dari sekolah. Surat itu berisikan tentang beasiswa melanjutkan sekolah ke universitas di luar negeri. Para siswa yang terpilih, disatukan dalam satu sekolah. Dididik dan dibimbing untuk persiapan menuju universitas pilihan, para siswa akan ditempatkan di sebuah asrama. Sebenarnya ini bukan pertama kali, ada beberapa siswa angkatan di atasku menerima program ini. Nilai akademik di atas rata-rata. Beasiswa diberikan sekolah untuk para siswa yang berprestasi. Aku sering mengikuti berbagai lomba yang diselenggarakan sekolah. Posisi juara satu, selalu kudapatkan. Aku tak pernah memberitahukan Ayah, tentang lomba yang diikuti. Pasalnya, setiap kali aku ingin berbicara kepada Ayah, aku selalu teringat saat aku berjuang mati-matian mendapat rengking karena hadiahnya liburan ke luar kota, Ayah selalu mencibirku. 


“Bu, surat dari sekolah,” amplop putih itu terima Ibu, kemudian diberikan kepada Ayah yang sedang berada di kamar. Sayup terdengar dari dapur, Ayah menelpon guruku di sekolah.


“Besok, ga usah naik angkot. Ayah yang nganterin ke sekolah!” kuanggukkan kepalaku. 


Aku memandang Ayah, tak ada kata pujian untukku. Dia hanya memukul pelan surat itu di telapak tangannya. Aku hanya bisa pasrah. Jika Ayah tak setuju, beasiswa tak akan kudapatkan.


***

Tepat pukul enam pagi. Aku diantar ayah menuju sekolah. Dua siswa dari sekolah yang berbeda hadir di sekolahku. Kami bertiga akan berangkat bersama ke bandara kemudian terbang ke negeri tirai bambu. Kami termasuk siswa yang beruntung, mendapat beasiswa ini. Program Chinese Government Scholarship (CGS) adalah program beasiswa penuh dari pemerintah Tiongkok. Program ini bertujuan untuk memperkuat hubungan pendidikan Internasional dengan memberikan kesempatan bagi mahasiswa dari seluruh dunia untuk melanjutkan studi jenjang S1 hingga S3, diberbagai universitas terkemuka di Tiongkok.


Sesampai di bandara, aku tertawa kecil. Mengingat cerita Andrian saat ia akan pergi ke luar kota. Dia mengirimkan foto saat ia di bandara. Foto yang ia kirim lewat gawai itu masih tersimpan rapi di dalam folder. Kupandangi foto Andrian sesaat, Lalu tanganku mengklik gambar berbentuk tong sampah. Hampir setahun, dia tak memberi kabar. Ketika kenaikan kelas tingkat akhir. Ia masih memberi kabar tentang keadaannya, dan dia juga memberitahukan bahwa dia akan sangat jarang membalas pesanku. Begitu pula aku, selalu membalas cepat pesan darinya. Namun, semenjak kejadian salah kirim gambar, aku memutuskan memblokir nomor telponnya dan aku tak ingin menghubunginya lagi.


Foto mesra, seorang perempuan yang dia peluk dari belakang. Bahkan bibirnya mengecup pipi perempuan itu sangat mesra. Senyumnya memperlihatkan betapa dia begitu bahagia dicintai Andrian. Hatiku saat itu sangat sakit, bahkan aku melampiaskannya dengan giat belajar. Hasilnya, kini aku menikmatinya.


“Lupakan Andrian, aku memang tak pantas untuk dicintai. Bahkan, orang yang kukira tak akan menyakiti. Ternyata, menusukku dari belakang,”


Kini, kakiku sangat kuat, untuk melangkah menuju masa depan. Di dalam pesawat. Aku duduk tepat didekat jendela. Saat pesawat di atas langit, kulihat cahaya mentari bersinar terang. Awan yang seperti kapas, menghiasi langit. Membentuk gumpalan besar seperti gumpalan harum manis. Kututup jendela, agar sinar mentari tak membuat mataku silau. Kubuka buku favoritku, buku yang kucuri dari lemari Ayah. Hati yang bermakrifat.

Lihat selengkapnya