Blurb
Karim, bukan nama sebenarnya, tak lagi sanggup diam saat melihat teman-teman santrinya dicabuli guru-gurunya. Dia ingin melawan tapi tak punya kawan. Dia ingin bersuara tapi semuanya bungkam.
Upayanya meringkus oknum bejat tak berjalan mulus. Ia justru harus kehilangan teman dan guru kepercayaannya. Perjalanan Karim membawa dia dan pengurus pondok dihadapkan dilema: Haruskah pondok diam saja agar tak jadi aib tapi mengorbankan kejiwaan santri dan wali santri, atau justru bersuara dengan resiko nama besar ternoda?
Sempat ingin menyerah, titik terang muncul. Pengasuh pondok menitahkan tindakan hukum hingga tanpa Karim duga, langkahnya kini melibatkan aparat hukum.
Meski hukum telah berbicara, hati pembenci tak mau mendengar. Pondok justru terkena fitnah dari orang-orang yang sakit hati yang mengancam masa depan santri hingga Karim terpaksa melakukan cara kotor untuk meringkus musuhnya.
Novel ini bukan hanya kisah seorang introvert melawan anxietynya. Bukan hanya kisah santri dan Ustadz melawan fitnah di pondoknya sendiri. Ini adalah kisah nyata orang-orang lemah dan terancam kalah memenangkan keadilan --- dan terluka parah karenanya.
Karim pun hingga kini masih bertanya-tanya. Apakah tindakan yang dilakukannya sudah tepat? Atau justru memperparah keadaan?