SANTRI SESAT dan TIGA BIDADARI

Dimas Midzi
Chapter #5

KEMATIAN ORANG TERKASIH

Kantor OSIS geger mendapatkan info D.O bagi salah satu pengurusnya yang memiliki potensi besar. Nunung yang sedari tadi hanya melamun di pojok kantor ditemani sebotol minuman mineral, berdiri seketika saat teman-temannya membicarakan Biyaz. Langkahnya gontai mendatangi teman-temannya yang lagi serius berbincang-bincang. Mei yang ada di depan komputerpun seketika menghentikan aktifitas menulisnya. Nama Biyaz yang disebutkan teman-temannya menyita perhatiannya.

Kantor OSIS dalam keadaan sunyi selepas perbincangan dengan kepala Madrasah. Surat keputusan D.O yang dipegang kepala Madrasah terus bergetar di tangannya. Keberadaan Biyaz yang tak diketahui oleh taman satu kelasnya mengundang tanda tanya. Sejak tadi pagi dia seolah menghilang bagaikan ditelan bumi. Kepala sekolah yang masih di ruang OSIS memutuskan menunggu kedatangan Biyaz dan mnyerahkan sendiri surat keputusan itu. Bunyi telpon kantor membuyarkan kesunyian mereka semua.

“Assalamualaikum” Mei yang meraih telpon memanggil salam.

“Waalaikumsalam” suara di seberang terdengar suara lelaki bersuara serak.

“Ada yang bisa kami bantu. Ini kantor OSIS Madrsah Aliyah Babus Salam.” Mei memulai percakapan.

“Bisa bicara dengan, Abi Yazid al-Busthomi?. Saya, Haji Abdul Lathif pamannya.” Dari seberang memberitahukan siapa dirinya.

“Biyaz-nya tidak ada di kantor ini sejak tadi pagi, mungkin ada di luar untuk melakukan aktifitas lainya.” Jawab Mei dengan sopan sambil pandangannya mengitari kantor memastikan tidak ada Biyaz.

“Gimana ya cara menyampaikan informasi ini?” suara dari seberang kebingungan.

“Nanti saya sampaikan saja pak apa informasinya. Insyaallah menjelang siang nanti, Biyaz ke sini.” Mei memberi saran sambil bergetar hatinya menyebutkan nama Biyaz.

“Emmm... saya minta tolong ya, bilang sama dia untuk bersabar. Karena ayahnya tadi malam sekitar jam 12 meninggal dunia dan sekarang sudah di kebumikan. Sampaikan ini juga pesan dari ibunya untuk menjalankan semua kegiatan di pondoknya dengan sungguh-sungguh, agar usaha yang dilakukan almarhum tidak sia-sia. Dia harus menjadi pemuda yang tangguh, pemuda yang bisa mengisi masa mudanya dengan persiapan menuju masa depan dengan matang. Dia harus terus menjadi yang terbaik di antara yang baik.” Suara dari seberang panjang lebar menjelaskan.

Tut-tut-tut” segera telpon terputus.

Mei terjatuh lunglai sambil memegang gagang telpon. Dadanya sesak tidak tahu bagaimana caranya dia menceritakan kejadian sesungguhnya pada Biyaz saat bertemu nanti. Karena sejak pertama kali ketemu sampai hari ini dia menatap matanya saja tidak sanggup karena menahan gejolak aneh yang selalu hadir saat Biyaz di dekatnya. Apalagi hari ini ada tanggungjawab besar yang diembannya, yakni mengabarkan wafatnya ayahandanya di kampung halamannya. Dimana laki-laki itu mungkin adalah salah satu orang yang paling berharga dalam hidupnya.

Tanpa sadar air matanya keluar tak tertahankan. Tangisnya pecah begitu saja. Kebingungan seisi kantor menyeruak mandapati Mei yang terjatuh lunglai tak berdaya. Kepala Madrasah yang sejak tadi hanya duduk seketika berdiri penuh keheranan. Aqil, Nunung, Alia, Aril, Ririn dan yang lain segera berlari menghampiri Mei. Mereka semua terkejut dengan kejadian itu.

“Mei, ada apa? Kenapa kamu seperti merasakan kecemasan dan ketakutan yang luar biasa?” Ririn yang memegangi lengannya kebingungan.

“Iya ada apa, Mei. Kamu kelihatan panik sekali setelah menerima telpon?” kepala Madrasah yang sudah di depannya bertanya penuh nada khawatir.

“Biyaz Ustadz….”

“Kenapa dengan, Biyaz, Mei?. Apa yang terjadi padanya?” Nunung yang langsung duduk di sampingnya membantu membetulkan kembali jilbabnya.

“Kasihan, Biyaz Ustadz…”

“Mei, sebenarnya telpon dari siapa barusan kenapa ada sangkut pautnya dengan, Biyaz?” kepala Madrasah itu kian panik.

Lihat selengkapnya